Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

IPF NTT Kritik Polda Metro Jaya, Pasal Kasus Kalibata Dinilai Tak Seimbang

Minggu, 14 Desember 2025 | Desember 14, 2025 WIB Last Updated 2025-12-14T06:30:16Z

IPF NTT mengapresiasi Polri namun mengkritik Polda Metro Jaya karena penerapan pasal kasus pengeroyokan maut Kalibata dinilai tak seimbang.



Kupang, NTT,14/12— Organisasi Masyarakat Ikatan Paguyuban Flotirosa (IPF) Nusa Tenggara Timur (NTT) memberikan apresiasi kepada Polri, khususnya Polda Metro Jaya, atas keberhasilan mengungkap kasus pengeroyokan yang menewaskan dua debt collector di kawasan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. Namun di balik apresiasi tersebut, IPF NTT juga melayangkan kritik serius terhadap penerapan pasal hukum yang dinilai tidak seimbang dengan fakta peristiwa.


Kritik itu disampaikan langsung oleh Ketua IPF NTT, Joi Sadipun, yang menegaskan bahwa penetapan Pasal 170 KUHP terhadap enam terduga pelaku berpotensi mengecilkan bobot kejahatan yang telah merenggut nyawa manusia.


“Kami mengapresiasi langkah cepat Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus ini. Tetapi dalam konteks penegakan hukum yang adil, kami melihat ada ketidakseimbangan antara fakta peristiwa dan pasal yang diterapkan,” tegas Joi Sadipun.


Menurut IPF NTT, jika merujuk pada kronologis kejadian, pengeroyokan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan spontan. Keenam terduga pelaku diduga telah merencanakan aksi kekerasan itu sejak awal. Indikasi tersebut terlihat jelas dari persiapan yang dilakukan, termasuk penggunaan masker dan penutup wajah saat para pelaku turun dari kendaraan sebelum kejadian.


“Ini bukan keributan biasa yang terjadi seketika. Ada persiapan, ada niat, dan ada tindakan yang berujung pada hilangnya nyawa. Maka penerapan Pasal 170 KUHP terasa tidak seimbang,” lanjutnya.


IPF NTT menilai, unsur kesengajaan menghilangkan nyawa telah terpenuhi dalam kasus ini. Oleh karena itu, mereka berpandangan bahwa aparat penegak hukum semestinya mempertimbangkan penerapan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, bahkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.


Joi Sadipun menjelaskan, dalam hukum pidana, pembunuhan berencana ditandai dengan adanya jeda waktu yang cukup antara niat dan pelaksanaan. Dalam peristiwa di TMP Kalibata, jeda tersebut dinilai nyata—mulai dari perencanaan, perjalanan menuju lokasi, hingga eksekusi tindakan kekerasan.


“Kalau niat sudah ada, persiapan dilakukan, dan korban akhirnya meninggal dunia, maka ini bukan lagi soal pengeroyokan biasa. Ini menyangkut kejahatan terhadap hak hidup manusia,” ujarnya.


Lebih lanjut, IPF NTT mengingatkan bahwa ketidaktepatan dalam penerapan pasal tidak hanya berdampak pada proses hukum, tetapi juga berpotensi melukai rasa keadilan publik serta harapan keluarga korban terhadap keadilan yang sesungguhnya.


Meski menyampaikan kritik terbuka, IPF NTT menegaskan tetap menaruh kepercayaan kepada Polri untuk melakukan pendalaman lanjutan secara profesional dan objektif. Mereka berharap penyidik membuka ruang evaluasi pasal seiring berkembangnya alat bukti dan fakta hukum selama proses penyidikan berlangsung.


“Penegakan hukum yang berwibawa tidak hanya cepat, tetapi juga harus tepat dan berimbang. Itulah yang kami harapkan dari aparat penegak hukum,” pungkas Ketua IPF NTT, Joi Sadipun.


Kasus pengeroyokan maut di TMP Kalibata menjadi ujian penting bagi penegakan hukum—apakah keadilan ditegakkan sekadar prosedural, atau benar-benar sepadan dengan nyawa yang hilang.

✒️: kl