Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Tanah Milik A, Tanaman Milik Firmus: Kuasa Hukum Ungkap "Ucapan Terima Kasih" Berujung Laporan Pidana

Sabtu, 31 Mei 2025 | Mei 31, 2025 WIB Last Updated 2025-05-31T11:49:53Z

 

Kuasa hukum Firmus angkat bicara soal dugaan pengerusakan tanaman di atas tanah milik pengusaha A. Benarkah ada kesepakatan yang dilupakan?


Maumere, NTT, 31 Mei 2025 — Polemik soal kepemilikan tanah dan tanaman di Desa Kolisia,RT/RW 031/006 Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka,Pada 11 April 2025, makin mengemuka setelah kuasa hukum Firmus, Polikarpus Raga, SH, menyampaikan klarifikasi kepada media di kediaman di Centrum, (30/05) 


Kuasa hukum menyatakan bahwa perusakan tanaman yang diduga dilakukan oleh AR atas kuasa dari pengusaha ternama berinisial A adalah tindakan pidana murni.


 “Berdasarkan persoalan antara klien kami, Firmus, itu sudah kami adukan dan sudah dimintai keterangan berkaitan dengan pengerusakan tanaman tersebut. Jadi persoalan ini sesungguhnya adalah tindakan pidana murni yang dilakukan oleh A, di mana A memberikan kuasa kepada AR untuk melakukan pengerusakan,” tegas Polikarpus.


Meski mengakui tanah tersebut milik A, Polikarpus menekankan bahwa tanaman yang dirusak merupakan hasil kerja Firmus, yang didasarkan pada kesepakatan tak tertulis sebagai "ucapan terima kasih" atas proyek-proyek desa.


“Kami akui bahwa tanah itu milik A. Tetapi tanaman-tanaman yang berada di atas tanah A itu ditanam oleh saudara Firmus berdasarkan satu kesepakatan. Tanah itu merupakan suatu pemberian berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh A terhadap Firmus berkaitan dengan proyek-proyek,” katanya.


Ia menjelaskan, selama menjabat sebagai Kepala Desa Uma Uta, Firmus menyerahkan berbagai proyek desa kepada A. Sebagai imbal baliknya, tanah tersebut diberikan kepada Firmus untuk digarap.


Namun kini, menurut Polikarpus, A berdalih bahwa lahan itu adalah milik bersertifikatnya dan memberi kuasa kepada AR untuk merusak tanaman tanpa menyentuh akar perjanjian sebelumnya.


 “Jadi ketika Firmus menguasai tanah itu lalu menanam, A dengan mudah mengatakan itu tanah miliknya. Tetapi ada peristiwa yang harus kita pahami: Firmus bersama A tidak mempunyai hubungan resmi, tapi tiba-tiba tanah itu digarap Firmus. Ini ada apa sebenarnya? Pasti ada satu ikatan sebelumnya,” ujarnya penuh tanya.


Dalam upaya mencari keadilan, Polikarpus mengacu pada yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 249 Tahun 1999, yang menegaskan asas pemisahan horizontal — tanah dan tanaman di atasnya dapat memiliki hak kepemilikan yang berbeda.


“Asas pemisahan horizontal ini lah yang menjadi langkah hukum bagi kami. Kami sudah adukan, dan proses sedang berjalan, namun belum ada kepastian hukum sampai saat ini,” ungkapnya.


Kuasa hukum menegaskan komitmen mereka untuk tetap berjuang, karena peristiwa ini bukan perkara sederhana.


“Kami tetap akan melakukan upaya hukum sampai ada keputusan. Apakah kami bersalah atau tidak melakukan penyerobotan sejak tahun 2016. Karena kalau tidak ada hubungan, kenapa Firmus bisa menggarap, menanam, dan menguasai? Pasti sebelumnya ada kesepakatan,” pungkasnya.

✏️: AC