Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Hukum Mati Suri di NTT: Ketika Keadilan Terbungkam di Meja Kekuasaan

Sabtu, 07 Desember 2024 | Desember 07, 2024 WIB Last Updated 2024-12-07T04:00:40Z
Foto ilustrasi yang menggambarkan keadilan terbungkam di meja kekuasaan. Gambar ini menunjukkan simbolisasi Lady Justice yang tak berdaya di bawah bayang-bayang kekuasaan.

Opini: Oleh Pemazmur Jalanan


Newsdaring-Nusa Tenggara Timur (NTT), sebuah provinsi yang seharusnya penuh harapan bagi warganya, justru menjadi saksi bisu dari banyaknya kasus hukum yang mandek tanpa arah. Kepolisian dan kejaksaan—dua institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum—justru terkesan diam seribu bahasa, membiarkan keadilan terbungkam di tangan penguasa. Kasus-kasus besar yang seharusnya menyentuh banyak pihak tetap terpendam, menyisakan rasa kekecewaan mendalam bagi masyarakat yang ingin melihat hukum ditegakkan secara adil.


Di NTT, tidak jarang kita mendapati kasus-kasus besar yang seharusnya sudah mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum, namun nyatanya masih terhenti di tengah jalan. Seperti kasus mafia tanah yang melibatkan kekuatan lokal atau korupsi di pemerintahan daerah yang mencoreng integritas pejabat, namun tidak ada perkembangan berarti. Kasus seperti ini jelas menunjukkan ketidakmampuan atau ketidaktegasan aparat yang lebih mementingkan "permainan politik" ketimbang menegakkan keadilan.


Kasus korupsi yang melibatkan dana publik, seperti penggunaan anggaran yang tidak transparan di beberapa proyek pemerintah daerah di NTT, seolah tenggelam begitu saja. Padahal, korupsi seperti ini merugikan masyarakat luas dan menghambat pembangunan daerah. Meski laporan dan bukti sudah ada, proses penyelidikan tak kunjung selesai, sementara para pelaku justru bebas merajalela. Ini jelas memperlihatkan betapa lemahnya sistem pengawasan di tubuh kepolisian dan kejaksaan yang seharusnya bisa menangani kasus ini dengan lebih serius.


Tidak hanya soal korupsi atau sengketa tanah, tetapi juga kekerasan terhadap perempuan dan anak yang banyak terjadi di NTT. Banyak laporan kekerasan seksual atau tindak pidana kekerasan terhadap anak yang tidak berkembang di meja penyelidikan. Meskipun korban sudah melapor, polisi dan jaksa terkesan enggan untuk bertindak cepat. Kasus-kasus seperti ini sering kali terhambat oleh stigma sosial atau bahkan pengaruh kekuasaan lokal yang menutupi kebenaran.


Kasus sengketa lahan yang melibatkan warga dengan perusahaan besar sering kali mandek tanpa kejelasan. Masyarakat kecil yang menjadi korban penyerobotan tanah atau pembebasan tanah yang tidak adil sering kali terhenti di meja penyidikan. Kerap kali, keadilan tak bisa dicapai karena kekuatan korporasi yang punya hubungan erat dengan pejabat daerah. Di sinilah ketidakberdayaan hukum semakin jelas, dengan penguasa yang lebih memilih bersekutu dengan pemodal besar daripada memperjuangkan hak-hak rakyat kecil.


Kehadiran hukum di NTT bukan lagi untuk mencari keadilan, melainkan untuk melindungi kepentingan penguasa. Para penegak hukum yang seharusnya menjadi penjaga hak-hak rakyat justru berkolaborasi dengan kekuatan politik, melupakan tugas mulia mereka. Kasus-kasus yang mandek ini memperlihatkan bahwa hukum di tangan penguasa telah menjadi senjata untuk melanggengkan kekuasaan, bukan untuk menegakkan kebenaran.


Keadilan di NTT sudah lama terabaikan. Setiap kali kasus besar muncul, kita hanya bisa berharap—dan sering kali kecewa—karena kenyataannya adalah hukum itu sendiri yang mati suri. Kepolisian dan kejaksaan harus kembali menegakkan prinsip keadilan yang seharusnya mereka junjung tinggi, tanpa rasa takut atau terpengaruh oleh kepentingan pihak tertentu. Jika tidak, NTT akan terus menjadi kuburan bagi hukum yang seharusnya melindungi rakyatnya.


Sudah saatnya kita bertanya, di mana keadilan itu sebenarnya? Di tangan siapa hukum ini dipermainkan? Jika penegak hukum tidak segera bangkit untuk menyelesaikan kasus-kasus yang terbengkalai, maka mereka akan terus dicap sebagai pengkhianat keadilan. Hukum yang mandek adalah cermin dari negara yang gagal, dan kita tidak boleh membiarkan ini terus berlanjut.