Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Tanah Dibeli Sah, Hak Dirampas? Nuria Haji Musa Beberkan Dugaan Mafia Tanah di Sumba

Jumat, 21 Februari 2025 | Februari 21, 2025 WIB Last Updated 2025-02-22T01:17:39Z
Foto istimewa


Sumba Barat Daya-NTT, 21 Februari 2025 – Nuria Haji Musa akhirnya buka suara terkait sengketa tanah yang telah berlarut-larut selama bertahun-tahun. Melalui video call dengan media ini, ia mengungkapkan fakta pembelian tanah seluas 7,5 hektar yang kini tengah dalam sengketa hukum.


“Saya beli tanah itu tahun 2006, pembayaran lunas di 2012. Setelah itu kami lakukan pengukuran bersama pihak desa dan kecamatan, karena di Sumba, tanpa pelunasan tidak bisa dilakukan pengukuran,” ungkap Nuria.


Setelah pelunasan, ia mendekati kepala desa dan camat untuk mengurus pelepasan hak secara adat. “Kami kumpul suku, sekitar 50 orang dari keluarga Wayengo. Pelepasan tanah dilakukan resmi di kantor Kecamatan Kodi Utara. Setelah semuanya lengkap, kami bersama pemilik tanah menuju kantor pertanahan,” jelasnya.


Pihak pertanahan meminta waktu tiga hari sebelum turun ke lokasi. Nuria membeli delapan pilar batas tanah, membiayai transportasi petugas, dan turut serta dalam pengukuran di lapangan. “Waktu pengukuran, kami tidak ada kendala sama sekali. Semua aman, tidak ada protes, tidak ada satu batu pun yang dilempar,” tegasnya.


Setelah pengukuran, Nuria melapor kembali ke kecamatan dan desa untuk memastikan dokumen pelepasan tanah lengkap. Tidak ada perlawanan dari pemilik tanah maupun suku lainnya. “Pemilik aslinya adalah Bapak Petrus Pati Kambeka, yang menerima pembayaran penuh dari saya. Dia sendiri mengakui bahwa tanah itu sah milik saya,” ujar Nuria.


Namun, masalah mulai muncul saat Nuria menunggu sertifikat tanah keluar. Setelah bertahun-tahun, sertifikat itu justru terbit atas nama orang lain, yang disebutnya memiliki hubungan dengan seorang mantan anggota DPRD Provinsi bernama Hugo Kelembu.


“Saya kaget! Tanah saya diukur lagi secara diam-diam, tanpa sepengetahuan saya dan pemilik sah,” ujar Nuria.


Ia pun berjuang mencari keadilan. Mediasi di kecamatan gagal karena pihak tergugat tidak hadir. Laporannya ke Kapolres Sumba Barat ditolak, dan ia disarankan langsung menggugat ke pengadilan.


Pada 2022, setelah 20 kali persidangan di Pengadilan Negeri Sumba Barat Daya, Nuria akhirnya dinyatakan menang. Bahkan, dalam sidang lapangan ke-12, ditemukan fakta bahwa lokasi tanah yang diklaim Hugo Kelembu berada di kecamatan dan desa yang berbeda.


“Desanya beda, kecamatannya beda. Jaraknya dari lokasi tanah yang saya beli kurang lebih 1,7 kilometer,” tegasnya.


Camat dan kepala desa juga memberikan kesaksian yang menguatkan kepemilikan Nuria. “Camat menyatakan bahwa tanah yang diklaim Hugo bukan bagian dari kecamatannya. Kepala desa juga menegaskan bahwa tanah yang disengketakan adalah milik saya,” kata Nuria.


Namun, saat kasus naik ke Pengadilan Tinggi, putusan berbalik. Nuria dinyatakan kalah dengan alasan kontrak memori tidak dimasukkan oleh pengacaranya.


“Kami tidak tahu soal itu. Kami awam, kami percaya penuh pada pengacara,” kata Nuria dengan nada sedih.


Kini, kasus tersebut berada di tingkat kasasi di Mahkamah Agung sejak 16 April 2024. Hingga hari ini, keputusan belum juga keluar.


“Kami hanya ingin keadilan. Saya mohon ada orang yang bisa membantu kami. Saya percaya keajaiban Tuhan. Saya bertemu orang baik di atas kapal Dharma Kartika, dan saya berharap kebaikan itu terus berlanjut,” pungkasnya.


Kasus ini kembali membuka mata publik tentang dugaan mafia tanah di Sumba. Akankah Mahkamah Agung memutuskan dengan adil? Ataukah tanah yang dibeli secara sah ini benar-benar dirampas oleh tangan-tangan berkuasa? Jawabannya masih dinantikan.(kl)