Masuk
×

Iklan

Tag Terpopuler

Jejak Perjanjian Lisbon 1859: Sisco Soarez Ungkap Sejarah Kolonial NTT di Hadapan Gubernur Melki

Kamis, 12 Juni 2025 | Juni 12, 2025 WIB Last Updated 2025-06-11T22:22:38Z
Fransisco Soarez temui Gubernur Melki bahas buku Perjanjian Lisbon 1859 yang ungkap sejarah kolonial Portugis dan Belanda di NTT dan Timor Leste. (đź“·:Alex Raditia) 


Kupang,NTT— Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melkiades Laka Lena, menerima kunjungan Fransisco Soarez Pati—seorang pengacara sekaligus penulis buku sejarah bertajuk Perjanjian Lisbon Tahun 1859 dan Akibatnya Bagi Pulau Timor, Flores, Solor dan Sekitarnya (1847–2024)—di Rumah Jabatan Gubernur NTT, Rabu malam (11/6/2025). Ia hadir bersama asistennya, Tino Adjo.


Dalam pertemuan yang berlangsung hangat dan penuh kekeluargaan, Sisco—sapaan akrab Fransisco—mengawali pembicaraan dengan ungkapan hormat. “Tempat yang pertama tentu saya berterima kasih kepada Bapak Gubernur karena di tengah kesibukan masih bisa menerima kami. Jelas ini kehormatan besar bagi saya secara pribadi,” ucapnya.


Ia lalu memperkenalkan isi buku yang ditulisnya. Buku tersebut mengulas secara mendalam sebuah dokumen berbahasa Portugis dan Prancis, yang pertama kali diterbitkan oleh Imprensa Nacional Portugal pada 1861. Dokumen tersebut berjudul asli Tratado de Demarcação e Troca de Algumas Possessões Portuguesas e Neerlandezas No Archipelago de Solor e Timor atau dalam bahasa Indonesia berarti Perjanjian Demarkasi dan Pertukaran Kepemilikan Portugis dan Belanda di Kepulauan Solor dan Timor.


“Dokumen ini tidak banyak diketahui generasi saat ini, baik di Indonesia maupun di Timor Leste. Padahal dampaknya sangat besar terhadap status kepemilikan wilayah di kepulauan Nusa Tenggara,” jelas Sisco yang fasih berbahasa Portugis.


Ia menyebutkan bahwa Perjanjian Lisbon yang ditandatangani pada 20 April 1859 antara wakil Portugal, AntĂłnio Maria de Fontes Pereira de Melo, dan utusan Belanda, Maurits Jan Heldewier, telah mengubah peta kolonial di kawasan tersebut. Menurutnya, Portugis harus mengakui kedaulatan Belanda atas wilayah seperti Flores, Solor, Adonara, Lembata, Pantar, hingga Ombai. Sebaliknya, Belanda menyerahkan wilayah Maubara dan mengakui Timor bagian timur milik Portugal.


“Ini bukan hanya kesepakatan politik, tetapi pergeseran sejarah yang sangat mendalam. Pulau-pulau yang dulunya berada di bawah kekuasaan Portugis, secara hukum dan de facto berpindah tangan kepada Belanda. Perjanjian ini membentuk cikal bakal batas wilayah Indonesia dan Timor Leste saat ini,” ungkap Sisco.


Ia bahkan menyoroti sisi gelap dari proses perjanjian tersebut. “Penyerahan wilayah-wilayah ini tidak melalui mandat resmi dari Lisbon. Gubernur kolonial Portugis, Jose Joaquim Lopes de Lima, terjebak dalam diplomasi Belanda dan menerima sejumlah uang sebagai kompensasi. Ini menjadi noda kelam dalam sejarah bangsa Portugis,” katanya tegas.


Sisco menyebutkan bahwa bukunya terbagi dalam sembilan bagian besar, mulai dari latar belakang perjanjian Lisbon, masa pemerintahan kolonial Belanda di wilayah Flores dan sekitarnya, sengketa batas wilayah, pendudukan Jepang, hingga proses dekolonisasi Timor Timur dan terbentuknya Provinsi NTT serta Republik Demokratik Timor Leste.


“Buku ini saya persembahkan bagi generasi muda NTT agar mereka memahami sejarah tanah mereka sendiri. Kita tidak boleh tercerabut dari akar sejarah,” ujar lulusan Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang tersebut yang juga pernah studi di Instituto Nebrija Madrid.


Menanggapi penjelasan tersebut, Gubernur Melki Laka Lena memberikan apresiasi tinggi. “Buku sejarah seperti ini tentu sangat penting dan layak kita dukung. Saya mengapresiasi penulis karena telah mengangkat tema sejarah yang sangat krusial namun jarang diketahui publik,” ungkap Gubernur.


Ia menambahkan bahwa karya semacam ini perlu didiskusikan lebih lanjut secara terbuka. “Saya berharap ke depan kita bisa mengadakan forum bedah buku ini. Kita undang juga para ahli sejarah, budayawan, cendekiawan, agar isi buku ini bisa kita dalami dan menjadi referensi sejarah resmi di NTT,” jelasnya.


Tak hanya itu, Gubernur juga mengapresiasi kemampuan berbahasa asing yang dimiliki Sisco. “Ini jadi contoh yang baik untuk generasi muda kita. Menguasai bahasa Portugis, Spanyol, Inggris—itu aset luar biasa, apalagi jika digunakan untuk menggali dan menulis sejarah,” pungkasnya.

✏️: Alex Raditia/kl