Maumere, NTT,18 Juli 2025 — Ironi menyesakkan menimpa Paulus Thomas Morus, S.Fil., pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka. Setelah lebih dari satu dekade mengabdi mendampingi keluarga miskin, ia diberhentikan tanpa surat resmi, tanpa klarifikasi, bahkan tanpa evaluasi yang transparan.
“Saya masih terdaftar dalam SK resmi dari Kementerian Sosial per Januari 2024. Tapi sebulan kemudian, saya dibilang nilainya paling rendah dan langsung diblokir sistem. Tidak pernah ada penilaian lapangan. Tidak pernah dipanggil klarifikasi,” ujar Thomas, Selasa (15/7/2025).
Lempar Tangan ke Pusat
Pemberhentian itu disebut-sebut berdasarkan hasil rapat evaluasi internal pada 4 Februari 2024 antara Koordinator Kabupaten PKH Sikka dan Dinas Sosial. Namun Thomas menganggap proses itu cacat prosedur dan penuh kejanggalan.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sikka, Rudolfus Ali, mengakui bahwa pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena kewenangan berada di Kementerian Sosial.
“Kalau merasa dirugikan, silakan bawa bukti laporan dan klarifikasi langsung ke Jakarta. Itu bukan domain kami,” kata Rudolfus, Jumat (18/7/2025).
Saat ditanya mengenai proses evaluasi setelah SK pengangkatan, Rudolfus hanya menjawab singkat, “Memang di situ letak persoalannya.”
Dicoret Tanpa Pemberitahuan
Yang lebih mengejutkan, Thomas belum menerima surat pemberhentian fisik. Kepala Dinsos menyebut surat itu ada pada Koordinator Kabupaten PKH, Yustinus Kapitan, namun sampai hari ini surat tak kunjung diserahkan kepada Thomas.
“Saya hanya ingin keadilan. Saya tidak pernah diberi kesempatan membela diri. Sistem ini tidak manusiawi. Setelah 10 tahun mengabdi, saya malah diperlakukan seperti ini,” ujar Thomas lirih.
Sistem Tanpa Hati Nurani?
Kasus ini membuka mata publik tentang kondisi pendamping sosial di lapangan yang kerap tak memiliki perlindungan yang layak. Mereka yang bekerja dari rumah ke rumah, menghadapi kemiskinan langsung, justru bisa tersingkir begitu saja oleh sistem yang dingin.
Jika benar tak ada proses evaluasi objektif dan tak ada kesempatan pembelaan diri, maka ini bukan sekadar maladministrasi — ini adalah pengabaian hak dasar sebagai pekerja sosial yang melayani masyarakat dengan dedikasi tinggi.