![]() |
Meski pungutan di SMA/SMK negeri diperbolehkan berdasarkan PP 48 Tahun 2008, penggunaannya tidak boleh untuk tunjangan kepala sekolah atau guru ASN. Komite Sekolah pun dilarang menarik iuran wajib. |
Kupang,NTT — Perdebatan soal legalitas pungutan sekolah kembali memanas. Sejumlah wali murid mempertanyakan praktik iuran wajib yang dibebankan kepada siswa SMA/SMK negeri, terutama ketika dana itu digunakan untuk operasional kepala sekolah atau guru. Padahal secara hukum, penggunaan dana pungutan untuk tambahan penghasilan ASN dilarang keras.
Merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2008 Pasal 52, satuan pendidikan menengah yang diselenggarakan pemerintah memang diperbolehkan memungut biaya pendidikan dari orang tua peserta didik, dengan syarat:
- Transparan,
- Proporsional,
- Tidak diskriminatif,
- Tidak membebani siswa dari keluarga kurang mampu.
Namun dalam implementasinya, banyak sekolah justru keliru dalam pengelolaan. Tak sedikit laporan masyarakat menyebut bahwa dana pungutan digunakan sebagai tambahan honor kepala sekolah atau guru ASN, yang seharusnya sudah mendapatkan tunjangan resmi dari negara seperti TPG (Tunjangan Profesi Guru), Tunjangan Kinerja, atau Dana BOS.
“Pungutan boleh, tapi tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan pribadi guru atau kepala sekolah. Itu melanggar Permendikbud 75 Tahun 2016 dan prinsip anggaran pendidikan,” tegas A. Sambera, pengamat pendidikan NTT, Selasa (5/8/2025).
Larangan ini termuat jelas dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, di mana:
- Komite sekolah dilarang menarik pungutan wajib,
- Dana sumbangan tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi kepala sekolah/guru,
- Komite sekolah hanya boleh memfasilitasi sumbangan sukarela, bukan iuran rutin yang mengikat.
Sayangnya, banyak sekolah negeri, terutama di daerah, menggunakan celah “persetujuan komite” untuk membenarkan pungutan wajib, bahkan mengalokasikan dana itu untuk honor rutin tenaga pendidik. Praktik ini bukan hanya keliru, tetapi juga berpotensi masuk kategori pungutan liar (pungli) jika tidak melalui persetujuan tertulis dan audit resmi.
“Kami tidak keberatan bantu sekolah. Tapi jangan bebani kami dengan iuran wajib setiap bulan, apalagi kalau uang itu untuk honor pejabat sekolah. Itu tidak adil,” ujar Yohana, wali murid SMA Negeri di Kota Kupang.
ASN Sudah Digaji Negara, Tidak Boleh Ambil dari Pungutan
Pakar hukum pendidikan menyatakan, guru ASN dan kepala sekolah negeri dilarang menerima tunjangan dari pungutan peserta didik, kecuali jika:
- Bersumber dari program resmi seperti BOS,
- Tercantum dalam RKAS yang disetujui Dinas Pendidikan,
- Berasal dari kegiatan tambahan di luar jam pelajaran reguler (misalnya ekstrakurikuler).
Jika melanggar, ASN tersebut bisa dikenai:
- Sanksi administrasi oleh Inspektorat atau BKD,
- Temuan BPK,
- Dilaporkan ke Ombudsman atau bahkan Kejaksaan.
Masyarakat diharapkan lebih kritis terhadap praktik keuangan di sekolah, terutama yang melibatkan pungutan atau sumbangan. Pungutan boleh, tapi bukan untuk menambah gaji ASN. Dan komite sekolah bukan lembaga penagih iuran, melainkan pengawas partisipatif demi mutu pendidikan.
✒️: kl