![]() |
Front Revolusi Agraria Marhaen desak penyelesaian konflik agraria di Sikka, tolak HGU PT Krisrama, tuntut Reforma Agraria Sejati untuk rakyat. |
Maumere, NTT, 24 September 2025 — menjadi momentum perjuangan petani di Kabupaten Sikka. Memperingati Hari Tani Nasional, Front Revolusi Agraria Marhaen Kabupaten Sikka bersama masyarakat adat Nanga Hale–Patiahu turun ke jalan menuntut penyelesaian konflik agraria yang telah berlangsung puluhan tahun.
Aksi dimulai dari Lapangan Umum Kota Baru, lalu massa bergerak menuju Polres Sikka untuk membacakan pernyataan sikap. Setelah itu, mereka melanjutkan long march ke Kantor Bupati Sikka sebagai simbol desakan politik agar pemerintah segera bertindak.
Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Wilfridus Iko, menegaskan bahwa perjuangan petani tidak bisa lagi ditunda.“Tanah ini bukan hanya soal kepemilikan, tapi sumber hidup rakyat. Kami datang untuk menagih janji negara, agar konflik agraria di Sikka segera diselesaikan,” ujarnya.
Masyarakat menilai tanah adat mereka telah dirampas melalui skema Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan kepada PT Krisrama. Perusahaan perkebunan tersebut menguasai ribuan hektare lahan, sementara petani kehilangan akses terhadap tanah yang menjadi sumber penghidupan.
“Konflik ini bukan sekadar soal tanah, tetapi menyangkut kedaulatan rakyat, martabat kemanusiaan, dan keadilan sosial,” tegas Front Revolusi Agraria Marhaen.
Selain itu, mereka mengkritik program perluasan kawasan hutan dan perhutanan sosial yang dianggap mempersempit ruang hidup masyarakat. Kebijakan tersebut dinilai bukan solusi, melainkan bentuk legalisasi perampasan tanah oleh negara.
Dalam pernyataan sikapnya, Front Revolusi Agraria Marhaen mengajukan enam tuntutan kepada Bupati Sikka, yaitu:
- Segera menyelesaikan konflik agraria dalam kawasan hutan, khususnya desa-desa yang menjadi obyek perhutanan sosial.
- Menyelesaikan sengketa petani Nanga Hale–Patiahu dengan PT Krisrama serta menetapkannya sebagai Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA).
- Mengaktifkan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) sesuai Perpres 62/2023.
- Melaksanakan amanat UUPA 1960 pasal 11, 13, dan 17 tentang pencegahan monopoli tanah.
- Memperhatikan nasib petani terdampak erupsi Gunung Lewotobi.
- Mendukung potensi ekonomi lokal, seperti pengembangan produksi moke, untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Menurut Front Revolusi Agraria Marhaen, Hari Tani Nasional harus mengingatkan negara bahwa tanah adalah sumber hidup rakyat, bukan komoditas elite.
“Reforma Agraria Sejati harus dijalankan, bukan dimanipulasi dengan kebijakan semu. Tanah untuk Marhaen, Reforma Agraria Sejati adalah jalan kedaulatan rakyat,” tegas mereka menutup pernyataan.
Hari Tani Nasional di Sikka tahun ini menjadi pengingat keras bahwa konflik agraria bukan hanya sejarah, melainkan realitas yang menuntut penyelesaian segera. Suara petani adalah suara kehidupan—tanpa tanah, tidak ada kedaulatan rakyat. Reforma Agraria Sejati harus ditegakkan, agar tanah benar-benar kembali untuk rakyat.
✒️: Albert Cakramento