![]() |
| Penyerahan Piagam Kepahlawanan kepada orang tua almarhum Rosalia Rerek Sogen oleh Ketua PGRI Provinsi NTT, Dr. Sam Haning, SH., MH,,Gubernur NTT Melki Laka Lena, Bupati Kupang Yosef Lede |
Kupang, NTT — 27 November bertempat di Auditorium Graha Undana, para tenaga pendidik dari berbagai daerah berkumpul dalam momentum besar memperingati HUT PGRI ke-80 dan Hari Guru Nasional ke-31. Dalam pidato inspiratif yang menggugah, Ketua PGRI Provinsi NTT, Dr. Sam Haning, SH., MH, menyampaikan pesan mendalam bahwa guru adalah roh PGRI — pernyataan yang menjadi keyword utama “Guru Adalah Roh PGRI” dan menggema kuat di tengah para peserta.
Menurut Dr. Sam Haning, guru adalah pemegang tongkat utama organisasi PGRI. Tanpa keaktifan, kebersamaan, dan kontribusi para guru, PGRI tidak akan kuat. Guru berperan sebagai penggerak dan penentu arah perjuangan organisasi dalam memastikan kebijakan pendidikan berpihak pada masa depan bangsa.
Dalam penjelasan tentang hubungan PGRI dan pemerintah, ia menegaskan bahwa keduanya memiliki kemitraan strategis. Pemerintah merumuskan regulasi, namun guru adalah tombak pelaksana kebijakan pendidikan melalui pembelajaran, pembentukan karakter, peningkatan kompetensi serta penguasaan peserta didik. Pemerintah, katanya, memiliki kewajiban konstitusional untuk memberikan perlindungan hukum, pelatihan, fasilitas, dan kesejahteraan yang layak bagi seluruh pendidik di Indonesia.
Harapan kepada pemerintah juga dipertegas:
• Meningkatkan kesejahteraan terutama bagi guru honorer
• Memperkuat program peningkatan kompetensi dan digitalisasi pembelajaran
• Menjamin perlindungan hukum bagi guru dalam menjalankan profesinya
Dr. Sam Haning menekankan bahwa peringatan Hari Guru bukan sekadar seremoni, tetapi momen melawan lupa — melawan lupa bahwa di balik setiap pejabat, pemimpin, dan tokoh besar ada sosok guru yang dengan sabar, ikhlas, dan cinta membimbing generasi.
Namun, keprihatinan mendalam disampaikan. Hingga kini masih ada guru yang dikriminalisasi hanya karena menjalankan disiplin moral dan pendidikan karakter. Bahkan ada guru yang kehilangan nyawa dalam tugas mulia. Dengan suara tegas ia menyampaikan: “Guru adalah pilar peradaban, bukan objek kriminalisasi. Negara harus hadir melindungi.”
Pidato menyentuh puncak emosional ketika Dr. Sam Haning mengangkat tragedi yang menimpa almarhumah Ibu Rosalia Rerek Sogen — putri terbaik dari Flores, Nusa Tenggara Timur, yang mengabdikan diri di tanah Papua dengan penuh cinta dan keberanian.
Ibu Rosalia Rerek Sogen menjadi korban kekerasan yang merenggut nyawanya, padahal negara seharusnya melindungi seorang pendidik.
Pengorbanannya disebut sebagai panggilan tegak agar negara memperkuat perlindungan bagi guru dan memastikan tidak ada lagi pendidik gugur saat menjalankan tugas kemanusiaan.
Nama Rosalia Rerek Sogen tidak pernah hilang. Ia kini menjadi bagian dari deretan pahlawan proklamasi pendidikan — penerang negeri melalui jasa yang ia berikan hingga akhir hayat.
Pada kesempatan tersebut, Dr. Sam Haning juga menyampaikan apresiasi terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum Presiden ke-2 RI Bapak Soeharto. Menurutnya, keputusan itu menegaskan pentingnya belajar dari sejarah secara objektif untuk memperkuat persatuan dan memajukan pendidikan berkarakter, berkualitas, dan berkeadilan.
Menutup pidatonya, ia memberikan pesan mendalam kepada seluruh pendidik:
“Tidak perlu berharap mendidik banyak anak untuk menjadi orang hebat. Cukuplah satu anak, satu guru, satu buku, satu pensil — dapat mengubah dunia.”
Momentum HUT PGRI ke-80 dan Hari Guru Nasional ke-31 di Kupang NTT menegaskan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati gurunya. Perlindungan terhadap guru berarti perlindungan terhadap masa depan peradaban.
