|
Newsdaring-Sikka – Kasus dugaan penggelapan agunan nasabah oleh Bank BRI Unit Kewapante menjadi sorotan setelah Elizabeth Lence, seorang guru yang juga nasabah, mengungkapkan ketidakpuasannya. Dalam wawancara eksklusif dengan media ini di kediamannya di Desa Heo Puat, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, Kamis (5/12/2024), Elizabeth mengungkapkan perjalanan panjangnya dalam upaya mengambil kembali dokumen agunan berupa SK Yayasan dan ijazah asli yang diserahkan saat pengajuan pinjaman. |
Kisah bermula pada April 2014, ketika Elizabeth mengajukan pinjaman Rp20 juta dengan masa kontrak lima tahun. Pada November 2016, ia kembali mengajukan pinjaman kedua sebesar Rp25 juta dengan tenor yang sama. Setelah pinjaman lunas pada Juni 2023, pihak bank menyatakan terdapat kelebihan angsuran sebesar Rp479.168, namun hingga Desember 2024, dokumen agunan miliknya tak kunjung dikembalikan.
"Saya sudah bolak-balik ke Bank BRI Unit Kewapante sejak Juni 2023, tetapi selalu diberi alasan yang berbelit. Terakhir, mereka bahkan meminta saya menyerahkan salinan dokumen agunan, yang asli saja belum mereka kembalikan," tegas Elizabeth.
Lebih mengejutkan, Elizabeth menduga pihak bank memiliki niat buruk dengan rencana menerbitkan ijazah palsu untuk diserahkan kepadanya. “Ini sangat mencoreng profesionalisme lembaga keuangan. Bagaimana mungkin dokumen asli bisa hilang, dan mereka malah berusaha menggantinya dengan yang palsu?” ujarnya.
Di sisi lain, kuasa hukum Elizabeth dari Orinbao Law Office, yang terdiri dari Viktor Nekur, SH, Marianus Renaldy Laka, SH, MH, Vitalis, SH, dan Agustinus Haryanto Jawa, SH, menyatakan akan segera melayangkan somasi kepada Bank BRI Unit Kewapante. Mereka menuduh pihak bank melakukan penggelapan agunan nasabah.
“Kami akan mengupayakan langkah hukum yang tegas. Tindakan ini melanggar kepercayaan dan hak nasabah, serta mencederai nama baik institusi perbankan,” ujar Viktor Nekur, SH.
Saat tim media mencoba menghubungi pihak Bank BRI Unit Kewapante pada Jumat (6/12/2024), kepala unit dan kepala kredit tidak berada di tempat. Seorang petugas keamanan sempat meminta kontak media untuk memberikan tanggapan lebih lanjut, namun hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak bank.
Kasus ini membuka tabir lemahnya pengelolaan dokumen agunan oleh pihak bank, serta memicu pertanyaan serius tentang profesionalisme dan akuntabilitas institusi keuangan di tingkat lokal. Apakah keadilan akan berpihak pada nasabah atau justru sebaliknya? Kita tunggu perkembangan selanjutnya.