![]() |
BPK temukan honorarium di 4 SKPD Pemprov NTT tak sesuai Perpres 33/2020. Kepala BPKAD jelaskan standar anggaran dan komitmen tindak lanjut temuan BPK. |
Kota Kupang,NTT, 23 Mei 2025 – Kepala Badan Keuangan Daerah (BPKAD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Drs. Benhard Menoh, MT, memberikan penjelasan menyeluruh terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas pembayaran honorarium di empat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional (SHSR). Temuan ini menjadi sorotan dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Pemprov NTT yang mencatatkan defisit anggaran sebesar Rp72,6 miliar.
Benhard menjelaskan bahwa setiap kegiatan dalam pemerintahan memiliki standar yang telah ditentukan, baik dari regulasi pusat maupun kebijakan daerah yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
“Dalam perencanaan penganggaran, kita mengacu pada empat standar utama yaitu Standar Harga Barang dan Jasa, Standar Biaya Umum, Sistem Belanja, dan Harga Satuan Pokok Kegiatan,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa meskipun ada acuan nasional seperti Perpres 33 Tahun 2020 dan Perpres 53, daerah tetap diberikan ruang untuk menyesuaikan standar harga dengan kondisi riil di lapangan.
“Jika ada selisih antara standar pusat dan harga pasar di daerah, maka SKPD terkait wajib mengusulkan penyesuaian kepada pemerintah daerah agar dimasukkan ke dalam standar resmi,” jelasnya.
Benhard juga memastikan bahwa proses penyusunan anggaran selalu didasarkan pada standar tersebut agar tidak bertentangan dengan ketentuan pemeriksaan BPK. Dalam kaitan itu, pihaknya berkomitmen menindaklanjuti hasil temuan BPK dalam jangka waktu 60 hari sesuai aturan.
“Nantinya, hasil pemantauan terhadap tindak lanjut ini akan menjadi perhatian, termasuk dari tahun-tahun sebelumnya,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa data defisit sebesar Rp72,6 miliar yang tercantum dalam LKPJ masih bersifat sementara karena bersumber dari Ikhtisar Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) yang belum diaudit.
“Data itu belum final, karena belum masuk dalam laporan pertanggungjawaban yang telah diaudit oleh BPK. Angka definitif baru akan muncul dalam dokumen pertanggungjawaban APBD yang kini sedang dibahas bersama DPRD,” terangnya.
Ia juga menjelaskan perbedaan antara dokumen IKPJ dan IKPD. “IKPJ lebih menyoroti kinerja pelaksanaan program, sementara IKPD fokus pada angka keuangan yang telah diaudit, dan juga mencerminkan kinerja secara menyeluruh. Kita berharap dengan proses ini, Pemprov dapat melakukan perbaikan menyeluruh dalam pengelolaan keuangan,” katanya.
Menurut Benhard, hasil audit BPK ini adalah cerminan dari perlunya harmonisasi antara aturan dan pelaksanaan di lapangan. Ia berharap koordinasi antara Inspektorat, SKPD, dan lembaga pengawas lainnya dapat ditingkatkan demi menciptakan tata kelola keuangan daerah yang lebih akuntabel dan transparan.
(kl)