![]() |
Yusuf Anone ungkap kisah kasus pemerasan yang mandek 4 tahun di Polres Kupang. Ia minta keadilan dan desak Polda NTT turun tangan tangani penyidikan.(📷: Istimewa) |
Kupang, NTT, 17 Juni 2025— Yusuf Anone, seorang mahasiswa asal Desa Kauniki, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, akhirnya angkat bicara setelah empat tahun menanti penyelesaian kasus pidana yang menimpanya. Ia menjadi korban dugaan pemerasan disertai kekerasan yang terjadi pada Minggu, 20 Februari 2022, sekitar pukul 16.00 WITA, di lingkungan RT 015 RW 007, Desa Kauniki.
Peristiwa itu, kata Yusuf, bermula saat dirinya berhadapan dengan seorang pelaku bernama Imanuel Kase. Merasa dirugikan dan menjadi korban, Yusuf kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polres Kupang pada Sabtu, 12 Maret 2022. Laporan tersebut tercatat secara resmi dengan Nomor: LP/B/60/III/2022/NTT/Polres Kupang.
Namun harapan Yusuf untuk mendapatkan keadilan berujung pada kekecewaan. Hingga kini, laporan tersebut belum menunjukkan kemajuan berarti, meskipun sudah empat tahun berlalu. Ia mengaku telah beberapa kali berupaya meminta informasi kepada penyidik yang menangani perkaranya, yakni BRIGPOL Fransiskus X. E. Kono dari Unit Pidum Subnit III Reskrim Polres Kupang.
“Setiap saya tanya, jawabannya selalu sama: masih dalam proses. Tapi saya tidak pernah diberikan SP2HP. Bahkan sejak Desember 2022 sampai sekarang, tidak ada kejelasan sama sekali,” ungkap Yusuf saat diwawancarai.
Ia juga menyebut pernah mendampingi penyidik dalam perjalanan menuju Polsek Takari untuk memeriksa dua saksi tambahan, Yakop Lasa dan Matias Sunbanu. Namun dalam perjalanan tersebut, Yusuf mengaku mendengar hal yang membuatnya kaget dan khawatir.
“Penyidik bilang ke saya bahwa dia sudah bayar ahli hukum pidana sebesar lima juta rupiah. Dia minta saya untuk maklum karena dia sudah keluar uang sendiri. Saya diam karena saya takut,” katanya lirih.
Menurutnya, penjelasan yang diberikan penyidik soal berkas perkara yang “masih dicari” di Kejaksaan Negeri Oelamasi karena jaksa sebelumnya telah pindah tugas ke Jakarta, semakin memperkuat dugaan bahwa proses hukum atas laporannya tidak dijalankan secara serius dan profesional.
Situasi ini membuat Yusuf merasa bahwa dirinya bukan hanya menjadi korban dalam kasus pemerasan, tetapi juga korban dari lambannya penegakan hukum. Ia menilai, kasus yang seharusnya dapat diproses secara cepat, justru menggantung tanpa kepastian selama bertahun-tahun.
“Saya merasa sangat dirugikan secara moral dan material. Ini bukan soal pribadi saja, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Kalau seperti ini terus, bagaimana masyarakat bisa percaya pada proses hukum?” tegasnya.
Yusuf pun berharap agar Polda NTT dapat turun tangan mengambil alih penanganan kasus tersebut dari Polres Kupang. Menurutnya, langkah ini penting agar keadilan yang selama ini dinantikannya bisa segera terwujud.
“Saya hanya ingin keadilan ditegakkan, bukan hanya untuk saya, tapi untuk semua korban yang mungkin mengalami hal yang sama. Proses hukum harus adil, cepat, dan transparan,” ujarnya.
✏️: kl