Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

PMI Kota Kupang Terbelah Dua: Pemerintah Tegas, Pakar Hukum Bongkar Celah Legalitas Ganda!

Sabtu, 07 Juni 2025 | Juni 07, 2025 WIB Last Updated 2025-06-07T05:41:13Z
Pakar hukum UPG 1945 NTT, Dr. Sam Haning, menyarankan konflik dualisme PMI Kota Kupang diselesaikan lewat mediasi damai atau jalur hukum formal.(📷: news-daring.com) 


Kota Kupang,NTT— Kisruh dualisme kepemimpinan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Kupang makin pelik dan menyeret perhatian publik. Dalam dialog publik bertajuk Ngopi (Ngobrol Pintar) yang digelar Universitas Persatuan Guru (UPG) 1945 NTT, Sabtu (7/6/2025), pakar hukum Dr. Sam Haning, SH., MH. menegaskan bahwa masalah ini harus segera diselesaikan melalui dua jalur utama: perdamaian atau jalur hukum.


Dialog yang mengangkat tema “Berbenah Dualisme Kepemimpinan Palang Merah Indonesia Kota Kupang” itu berlangsung di Aula Kampus UPG 1945 NTT dan menghadirkan berbagai narasumber, termasuk Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Kupang, Pauto W. Neno, serta Dekan Fakultas Hukum UPG 1945 NTT, Simson Lasi. Acara ini menjadi ruang terbuka untuk membahas tuntas konflik antara dua kubu PMI Kota Kupang: satu dipimpin oleh Erwin Gah yang dilantik oleh Ketua PMI Provinsi NTT Josef Nae Soi, dan satu lagi oleh dr. Bill Mandala yang dilantik oleh Wakil Wali Kota Kupang, Serena Francis.


Dr. Sam Haning menyoroti bahwa seharusnya PMI Provinsi hadir dalam forum tersebut agar mengetahui secara utuh duduk persoalan. Ia menyampaikan, “PMI Provinsi seharusnya ada di sini, agar jelas melihat kedudukan TNI (baca: PMI) versi Provinsi yang dibentuk oleh mereka sendiri, dan PMI versi Pemerintah Kota Kupang yang juga memiliki legalitas.” Menurutnya, dualisme ini bukan sekadar soal administrasi, tetapi sudah menyentuh legalitas dan legitimasi struktural serta substansial.


Ia menekankan, organisasi seperti PMI harus steril dari politik, tidak boleh disusupi kepentingan partai, dan harus bersifat umum untuk melayani masyarakat secara netral. “Legalitas suatu badan hukum itu ada dua unsur penting: legal substansi dan legal struktur,” ungkapnya.


Menurut Haning, legal substansi ditunjukkan melalui dasar hukum seperti anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan peraturan internal lainnya. Sementara legal struktur mencakup siapa yang punya kewenangan mengangkat, melantik, dan menetapkan kepengurusan. Dalam konteks ini, keputusan yang ditandatangani oleh Wali Kota Kupang sah secara hukum dan tetap sah sampai dibatalkan oleh keputusan lain yang berkekuatan hukum.


“Keputusan dari Wali Kota tetap sah dan berlaku berdasarkan asas praduga rechtmatig (praduga sah menurut hukum), sampai ada keputusan hukum lain yang mencabut atau membatalkannya,” jelasnya.


Sam Haning pun menawarkan dua jalan keluar:


1. Non-litigasi (perdamaian): penyelesaian secara kekeluargaan melalui mediasi dan negosiasi yang melibatkan pemerintah sebagai pihak berwenang dan bijaksana.


2. Litigasi: jalur hukum formal yang dapat ditempuh jika tidak tercapai kesepakatan damai.


“Perdamaian itu adalah hukum tertinggi,” tegas Haning. Namun ia mengingatkan, jika konflik tidak segera diselesaikan secara damai, maka pengujian hukum adalah satu-satunya solusi final.


Sementara itu, Kabag Hukum Pemerintah Kota Kupang, Pauto W. Neno, menegaskan bahwa sikap pemerintah jelas: ketua PMI seharusnya memiliki latar belakang medis karena 70 persen tugas PMI berkaitan dengan kesehatan. Menurutnya, dengan dipimpin oleh seorang dokter, koordinasi dengan rumah sakit akan lebih mudah dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat menjadi lebih optimal. “Pemerintah menginginkan ketua PMI yang profesional, kapabel, dan netral dari kepentingan politik,” ujarnya.


Pauto juga membeberkan kronologi panjang hingga munculnya dualisme. Sejak wafatnya ketua PMI sebelumnya, almarhum Herman Man, terjadi kebuntuan saat Musda 2023. Pemerintah Kota Kupang lalu menyarankan agar Musda ditunda hingga selesai Pemilu 14 Februari 2024 untuk menjaga netralitas dan stabilitas sosial. Namun, panitia tetap melanjutkan Musda pada 10 Januari 2024 tanpa memenuhi tiga syarat yang diajukan pemerintah: menyelesaikan dualisme di tingkat kecamatan, membuka peluang bagi lebih dari satu calon ketua, dan melibatkan pengurus PMI kecamatan.


Salah satu poin penolakan pemerintah adalah karena calon ketua yang diajukan oleh panitia diketahui merupakan calon legislatif dari salah satu partai, yang menurut pemerintah mencederai prinsip netralitas PMI.


Dekan Fakultas Hukum UPG 1945 NTT, Simson Lasi, menambahkan bahwa dualisme ini berpotensi menimbulkan kebingungan masyarakat dan merusak citra PMI. “Pelayanan darurat bisa terganggu, kepercayaan publik pun bisa menurun. Harus segera ada mediasi dari semua pihak,” tegasnya.


Lasi mengajak semua pihak duduk bersama, menyampingkan ego dan kepentingan politik, demi mengembalikan fungsi PMI sebagai lembaga kemanusiaan yang solid dan profesional.

✏️: kl