![]() |
Siswi SMAN 1 Kupang, VS, tendang guru Rini Lawamona. Orang tua ancam penjarakan guru, kepala sekolah hanya jatuhkan skorsing seminggu. |
Kota Kupang,NTT, 20 September 2025 – Dunia pendidikan di Kota Kupang kembali dikejutkan oleh kasus pelanggaran disiplin siswa yang berujung pada tindakan kekerasan terhadap guru. Seorang siswi kelas XI SMAN 1 Kupang, vs, dilaporkan menendang guru mata pelajaran Informatika, Rini Lawa Mone, setelah ditegur karena melanggar tata tertib kelas.
Ironisnya, alih-alih mendapat sanksi tegas sesuai aturan sekolah, kasus ini justru berakhir dengan ancaman balik dari orang tua siswa, bahkan keputusan kepala sekolah yang dinilai “membahagiakan” pihak pelanggar.
Kronologi dari Awal Semester
Awal semester, para guru bersama siswa SMAN 1 Kupang menyepakati aturan kelas: tidak boleh bermain HP tanpa izin, tidak boleh mengerjakan pelajaran lain saat jam berlangsung, dan wajib menghormati guru.
Namun, sejak awal, Vania kerap melanggar kesepakatan tersebut. Ia beberapa kali kedapatan tidak memberi salam saat guru masuk, sibuk bersolek dengan make up, hingga bermain HP di kelas. Guru sempat menyita barang make up serta memotret bukti untuk dilaporkan kepada wali kelas dan guru BK.
Lebih jauh, Vania bahkan tidak hadir selama hampir sebulan penuh. Saat ditanyakan, orang tuanya beralasan bahwa ia sakit. Namun, sejumlah siswa lain menyebut dirinya justru terlihat menghadiri pesta.
Puncak Konflik di Ruang Ujian
Puncak peristiwa terjadi 12 September 2025, ketika Vania mengikuti ujian Informatika. Saat guru mengingatkan soal disiplin dan kelengkapan nilai, siswi tersebut diduga mengeluarkan kata-kata yang dianggap merendahkan.
Guru Rini Lawamona menegur dengan tegas, namun Vania justru melawan dan menendang gurunya di depan teman-teman sekelas. Sejumlah siswa laki-laki mencoba melerai agar kejadian tidak berlanjut menjadi keributan besar.
Bagi Rini, tindakan itu bukan hanya pelanggaran disiplin, tetapi juga penghinaan terhadap wibawa seorang guru. Ia menilai Vania sudah mencapai 100 poin pelanggaran sebagaimana diatur dalam tata tertib sekolah—yang semestinya berujung pada dikeluarkannya siswa.
Ancaman Orang Tua: “Kalau Anak Saya Dikeluarkan, Guru Siap Dipenjara”
Kasus makin memanas ketika orang tua Vania datang ke sekolah. Alih-alih menerima keputusan dewan guru, mereka justru mengancam akan melaporkan guru ke polisi jika anaknya benar-benar dikeluarkan.
“Saya sudah pernah memenjarakan dua orang. Kalau anak saya dikeluarkan, ibu siap juga saya penjarakan,” kata orang tua Vania, menurut kesaksian guru.
Guru Rini Lawamona merasa heran. Ia menegaskan bahwa tindakannya hanyalah bagian dari pembinaan dan penegakan disiplin, bukan penganiayaan.
Sikap Kepala Sekolah: Skorsing 1 Minggu Saja
Yang lebih mengejutkan, Kepala SMAN 1 Kupang, Marcelina Tua, justru mengambil langkah lunak. Alih-alih mengeluarkan siswi sesuai aturan, Vania hanya dijatuhi skorsing selama satu minggu.
Bagi Rini Lawamona, keputusan ini melukai rasa keadilan para guru. Ia menilai kepala sekolah lebih memilih jalan aman demi menjaga citra dan jabatan, ketimbang menegakkan aturan yang sudah disepakati bersama.
“Kalau aturan bisa diabaikan hanya karena tekanan orang tua, berarti aturan itu tajam ke bawah, tumpul ke atas,” tegas Rini.
Kasus ini memunculkan pertanyaan besar: apakah guru masih memiliki kewenangan penuh untuk menegakkan disiplin? Ataukah siswa kini semakin berani melawan karena merasa dilindungi pihak luar?
Guru bukan musuh siswa, melainkan mitra dalam membentuk masa depan. Jika wibawa guru runtuh, siapa lagi yang akan menjaga kualitas pendidikan bangsa?
✒️: kl