Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Ketika Uang Tak Lagi Bernilai Sama: Inflasi dan Tergerusnya Daya Beli Masyarakat

Selasa, 07 Oktober 2025 | Oktober 07, 2025 WIB Last Updated 2025-10-07T07:58:05Z


Oleh: Laurensius Bagus

Mahasiswa Universitas Cokroaminoto Yogyakarta


Inflasi adalah istilah yang sering kita dengar dalam berita ekonomi, namun tidak selalu mudah dirasakan dampaknya secara nyata. Secara sederhana, inflasi terjadi ketika harga barang dan jasa secara umum naik dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan ini membuat nilai uang menurun — uang dengan jumlah yang sama kini hanya mampu membeli lebih sedikit barang atau jasa dibandingkan sebelumnya.


Penyebab inflasi sangat beragam. Salah satu yang paling umum adalah meningkatnya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa ketika produksi belum mampu mengimbanginya. Dalam situasi seperti ini, harga akan naik karena penawaran terbatas. Selain itu, kenaikan biaya produksi — misalnya harga bahan baku dan upah tenaga kerja — juga turut mendorong inflasi. Ketika biaya meningkat, produsen biasanya menyesuaikan harga jual untuk menutup beban produksi.


Faktor kebijakan moneter pun tak kalah penting. Jika pemerintah atau bank sentral mencetak dan mengedarkan uang dalam jumlah besar tanpa diimbangi pertumbuhan ekonomi riil, maka tekanan inflasi akan semakin kuat. Oleh karena itu, pengendalian jumlah uang beredar menjadi instrumen vital untuk menjaga stabilitas harga dan kepercayaan masyarakat terhadap nilai mata uang.


Dampak inflasi paling terasa bagi kelompok masyarakat berpenghasilan tetap. Saat harga-harga naik, daya beli mereka menurun karena pendapatan tidak bertambah sebanding. Pengeluaran untuk kebutuhan pokok seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan pun membengkak, sementara kesempatan untuk menabung atau berinvestasi menjadi semakin sempit.


Sebaliknya, kelompok berpenghasilan tinggi relatif lebih terlindungi karena mereka memiliki aset yang nilainya ikut naik seiring inflasi, seperti properti atau saham. Namun, bagi pelaku usaha kecil dan pekerja dengan penghasilan tetap, inflasi menjadi tekanan berat karena kenaikan biaya produksi sulit diimbangi dengan kenaikan harga jual di tengah turunnya daya beli masyarakat.


Inflasi juga memengaruhi pola konsumsi masyarakat. Konsumen cenderung menunda pembelian barang-barang sekunder dan lebih fokus memenuhi kebutuhan utama. Akibatnya, sektor-sektor usaha yang bergantung pada konsumsi non-pokok dapat mengalami perlambatan, bahkan pengurangan tenaga kerja.


Dalam konteks tabungan dan investasi, inflasi dapat menggerus nilai riil uang yang disimpan. Masyarakat pun terdorong mencari alternatif investasi yang lebih tahan terhadap inflasi. Namun, rendahnya literasi keuangan dan keterbatasan akses terhadap produk investasi menyebabkan hanya sebagian kecil masyarakat yang mampu memanfaatkan peluang tersebut — sehingga kesenjangan ekonomi berpotensi melebar.


Untuk menekan dampak inflasi, peran pemerintah dan bank sentral sangat krusial. Bank Indonesia dapat mengatur suku bunga dan mengendalikan jumlah uang beredar, sementara pemerintah perlu menjaga ketersediaan bahan pokok, memperkuat rantai pasok, dan menyalurkan subsidi secara tepat sasaran.


Di sisi lain, masyarakat juga perlu beradaptasi. Mengelola pengeluaran secara bijak, memprioritaskan kebutuhan utama, serta mencari sumber pendapatan tambahan dapat membantu menghadapi tekanan inflasi. Peningkatan literasi keuangan menjadi kunci agar masyarakat mampu mengelola aset dan mempertahankan nilai kekayaannya.


Singkatnya, inflasi bukan sekadar kenaikan harga, tetapi cermin dari rapuhnya keseimbangan antara pendapatan dan kebutuhan hidup. Mengatasinya membutuhkan sinergi antara kebijakan pemerintah yang tepat dan kesadaran masyarakat dalam mengelola keuangan. Dengan langkah yang bijak, daya beli dan kesejahteraan dapat tetap terjaga meskipun nilai uang perlahan kehilangan daya belinya.