Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

NTT Dorong Penetapan Kawasan Konservasi Laut Belu: Sinergi Kelestarian Ekosistem dan Kedaulatan Negara

Sabtu, 25 Oktober 2025 | Oktober 25, 2025 WIB Last Updated 2025-10-25T09:23:17Z

 

Provinsi NTT dorong penetapan Kawasan Konservasi Laut Belu, menjaga ekosistem sekaligus memperkuat kedaulatan wilayah perbatasan

Kupang, 24 Oktober 2025 —Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai provinsi kepulauan yang kaya akan sumber daya laut. Dengan 609 pulau, garis pantai sepanjang ±5.934 kilometer, dan luas laut mencapai ±200.000 km², NTT menyimpan potensi kelautan yang luar biasa untuk menopang pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan sumber daya laut tersebut, Pemerintah Provinsi NTT terus mendorong pengembangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) di berbagai wilayah, salah satunya di Kabupaten Belu.


Kabupaten Belu memiliki posisi strategis karena berbatasan langsung dengan Selat Ombai di utara, Laut Timor di selatan, dan Republik Demokratik Timor Leste di timur. Wilayah perairan utaranya mencapai 853,11 km² dan telah diatur dalam Perda Nomor 4 Tahun 2024 tentang RTRW Provinsi NTT Tahun 2024–2043, dengan alokasi kawasan konservasi seluas 12.448,82 hektare yang meliputi lima desa pesisir: Fatuketi, Dualaus, Jenilu, Kenebibi, dan Silawan.


Langkah pembentukan KKPD Belu sejalan dengan visi besar RPJPD Provinsi NTT 2005–2025, yakni “Nusa Tenggara Timur yang Maju, Mandiri, Adil dan Makmur dalam Bingkai NKRI.” Misi kelimanya menegaskan pentingnya keseimbangan dalam pengelolaan lingkungan. Dari visi ini, lahir semangat membangun kawasan konservasi yang mandiri, adaptif, dan berkelanjutan demi menjaga kelestarian laut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Sebagai bagian dari proses panjang penetapan kawasan konservasi, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT menggelar Konsultasi Publik Tingkat Provinsi di Kupang pada 24 Oktober 2025. Kegiatan ini menjadi forum untuk menyamakan persepsi dan menyusun langkah menuju penetapan resmi KKPD Belu oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).


Konsultasi publik ini melibatkan berbagai pihak: lembaga pemerintah, akademisi, dan mitra konservasi nasional seperti Yayasan Konservasi Indonesia (YKI), Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Belu, serta perwakilan TNI, Polairud, dan Badan Pengelola Perbatasan.


Dalam sambutannya, Stefania T. Boro, Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT yang mewakili Kepala DKP Provinsi NTT, menjelaskan bahwa kegiatan ini penting sebagai tindak lanjut dari amanah kebijakan daerah.


“Kegiatan ini penting karena menjawab amanah Perda Nomor 4 Tahun 2024 yang telah mengalokasikan ruang untuk kawasan konservasi perairan di wilayah Belu,” ujar Stefania T. Boro.


Sebelum tahap provinsi, telah dilakukan berbagai kegiatan pendukung seperti survei ekologi, sosial ekonomi, hingga konsultasi publik di tingkat desa dan kabupaten. Semua dokumen teknis kini telah disusun dan siap diajukan ke KKP untuk ditetapkan secara nasional.


Penetapan kawasan konservasi di Belu memiliki dasar yang kuat dari berbagai aspek.


1. Pertimbangan Ekologis:
Wilayah Belu memiliki ekosistem terumbu karang yang mulai pulih, kelimpahan ikan tinggi, serta menjadi jalur ruaya mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba. Kawasan ini juga merupakan habitat penting bagi penyu, hiu, pari, dugong, serta menjadi tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan.

2. Pertimbangan Sosial, Ekonomi, dan Budaya:
Masyarakat pesisir Belu memiliki ketergantungan tinggi terhadap laut, baik untuk perikanan tangkap, budidaya rumput laut, hingga pariwisata bahari. Budaya dan adat istiadat masyarakat juga lekat dengan laut, mencerminkan dukungan kuat terhadap upaya konservasi.

3. Pertimbangan Geopolitik:
Sebagai kawasan perbatasan, pengelolaan perairan di Belu memiliki arti penting bagi kedaulatan negara, sekaligus langkah strategis mengantisipasi potensi kejahatan lintas batas seperti human trafficking dan perdagangan ilegal.


Perairan utara Belu dikenal memiliki potensi besar, di antaranya:


“Selain menjaga kelestarian ekosistem laut, kawasan ini memiliki nilai strategis dalam konteks geopolitis dan pengelolaan perbatasan,” tambah Stefania T. Boro.


Hingga kini, beberapa kawasan konservasi di bawah kewenangan Provinsi NTT telah ditetapkan di Alor, Lembata, Flores Timur, dan Sikka, sementara Belu, Ende, dan Nagekeo masih dalam proses pencadangan. DKP NTT berharap, kawasan konservasi di Belu nantinya menjadi model pengelolaan laut berkelanjutan, seperti keberhasilan yang telah dicapai di Alor.


“Kami ingin kawasan konservasi di Belu tidak hanya menjaga ekosistem laut, tetapi juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat, pemerintah kabupaten, dan provinsi,” tutup Stefania T. Boro.


Penetapan Kawasan Konservasi Laut Belu bukan sekadar langkah ekologis, tetapi juga simbol komitmen NTT menjaga laut sebagai sumber kehidupan, kedaulatan, dan masa depan bersama.

✒️: kl