Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

PGRI NTT Dapat PR Berat dari Pusat: Bangun SMA, SMK Hingga Universitas Sendiri

Selasa, 29 April 2025 | April 29, 2025 WIB Last Updated 2025-04-29T15:37:26Z
Prof. Supardi US mendorong PGRI NTT mendirikan universitas dan memperluas sekolah di tiap kabupaten/kota. Aset tanah juga diminta segera diamankan.(Foto.news-daring.com) 



Kota Kupang,NTT, 29 April 2025 — Ketua YPLP PGRI Pusat, Prof. Dr. Supardi US, MM., M.Pd., melempar tantangan besar kepada pengurus YPLP PGRI Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam acara Pelantikan dan Pengukuhan Pengurus Masa Bakti 2025–2030 yang digelar di Kupang, Selasa (29/4).


Dalam pidatonya, Prof. Supardi memberi apresiasi atas kerja awal pengurus yang sudah aktif sebelum pelantikan resmi.

“Luar biasa, sebelum dilantik sudah mencuri start. Tapi itu bukan pelanggaran. Justru sebuah prestasi,” ujarnya dengan nada penuh motivasi.


Namun, apresiasi itu diikuti dengan pesan yang jauh lebih besar. Prof. Supardi menekankan bahwa pengembangan sekolah PGRI di NTT masih sangat terbatas. Saat ini, data pusat mencatat hanya sekitar 30 sekolah PGRI yang tersebar di beberapa kabupaten/kota.

“Tugas kita bukan sekadar membina, tapi juga mengembangkan. Harapan kami, di setiap kabupaten/kota ada minimal satu SMA atau SMK PGRI,” tegasnya.


Tak berhenti di pendidikan menengah, Prof. Supardi juga mendorong PGRI NTT untuk memulai langkah besar dalam dunia pendidikan tinggi.

“Kalau bisa, Pak Ketua, kita buka Universitas PGRI di NTT. Jangan hanya berhenti di sekolah. Kita harus menjawab kebutuhan pendidikan tinggi di daerah ini,” pintanya.


Dalam sambutannya, ia juga menyoroti tantangan eksternal yang dihadapi sekolah-sekolah PGRI, mulai dari menurunnya jumlah siswa, persaingan dengan sekolah negeri baru, hingga dampak kebijakan politik lokal yang kerap tidak berpihak pada sekolah swasta.

“Kadang sekolah swasta jadi korban. Karena janji politik, sekolah negeri baru dibangun, lalu sekolah PGRI ditinggalkan. Ini terjadi di banyak tempat setelah otonomi daerah,” katanya.


Prof. Supardi juga mengingatkan pentingnya pengamanan aset sekolah. Ia meminta agar status tanah sekolah-sekolah PGRI segera ditelusuri dan dibaliknama atas nama badan penyelenggara resmi.

“Jangan sampai masih atas nama pribadi atau belum jelas statusnya. Kasus di NTB jadi pelajaran. Sekolah PGRI yang sudah puluhan tahun berdiri, tiba-tiba diserobot karena tanahnya belum aman secara hukum,” ungkapnya.


Ia menutup sambutannya dengan dorongan agar seluruh pengurus bekerja lebih dekat dengan Dinas Pendidikan, menjalin kemitraan dengan pemerintah daerah, dan membangun sistem pendidikan PGRI yang tidak hanya kuat dalam jumlah, tetapi juga dalam kualitas dan legalitas.


“Ini bukan sekadar pelantikan. Ini awal dari kerja besar. Tugasnya berat, tapi mulia,” tandasnya.

(kl)