Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Air Mata di Tengah Lautan Sabu: UPG 1945 NTT Melepas Mahasiswinya dengan Cinta dan Kehormatan

Rabu, 14 Mei 2025 | Mei 14, 2025 WIB Last Updated 2025-05-14T23:06:58Z
Rombongan UPG 1945 NTT hadir di Sabu Raijua melepas mahasiswi FKIP, Lusi Meroline Biha, yang meninggal dunia. Pimpinan kampus sampaikan duka dan tanggung jawab moral


Sabu Raijua, NTT, 14 Mei 2025– Angin Sabu tak hanya membawa kabar, hari ini ia menyampaikan duka. Seorang mahasiswi semester enam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Persatuan Guru 1945 Nusa Tenggara Timur, Lusi Meroline Biha, dipanggil pulang oleh Sang Pemilik Hidup.


Duka yang mendalam tak hanya menyelimuti keluarga, tetapi juga mengguncang dunia akademik. Dari Kupang ke Sabu Raijua, rombongan UPG 1945 NTT hadir langsung di tengah keluarga berduka. Dipimpin oleh Dekan FKIP, Temy M.E. Ingunau, S.Pd., M.M., mereka tidak sekadar datang membawa karangan bunga, melainkan membawa isi hati, cinta, dan tanggung jawab moral sebagai pendidik.


Dalam sambutannya yang mengalir seperti air mata namun menggelegar seperti suara hati yang menohok, Temy menyatakan,


 “Ketika kami menerima seorang anak sebagai mahasiswa, maka ia bukan hanya peserta didik. Ia adalah anak kami. Dan Lusi—adalah anak kami.”


Dalam momen penuh haru itu, Dekan FKIP menyampaikan permohonan maaf mendalam kepada keluarga besar Biha dan masyarakat Sabu Raijua.


“Kami gagal melihat anak kami meraih gelar sarjana pendidikan. Tetapi kami yakin, Sang Pencipta telah mempersiapkan tempat terbaik baginya.”


Ditemani oleh Ketua Badan Penyelenggara Harian, Dr. Sam Haning,SH.,MH, Rektor UPG 1945 NTT, David Selan,Wakil Rektor Bidang Akademik Ully J. Riukaho, S.P., M.Si,Wakil Rektor 2 Bidang Keuangan Apolonia Atto,SE.,MM dan rombongan kampus hadir lengkap, menegaskan bahwa rasa kehilangan ini adalah luka bersama. Bukan basa-basi protokoler, tapi wujud kasih sejati dari kampus kepada mahasiswanya.


Sebelumnya, Lusi dikenal sebagai mahasiswi aktif yang rajin hadir dalam perkuliahan sejak tahun 2022. Hubungan dosen dan mahasiswa dibangun tidak hanya dengan teori, tapi dengan kasih sebagai ayah dan anak. Namun sejak akhir 2024, komunikasi mulai merenggang—pertanda bahwa Lusi tengah bergumul dalam penderitaan yang tidak ia ungkapkan.


Kabar kepergiannya pertama kali sampai ke pihak kampus lewat media sosial dan rekan-rekan sejawatnya. Tak menunggu lama, pimpinan kampus langsung melayat ke rumah duka di RSS Naikoten dan ikut mengantar jenazah hingga ke Pelabuhan Bolok.


 “Kami hadir bukan karena ini kewajiban. Kami hadir karena ini panggilan hati. Lusi bukan sekadar mahasiswa. Ia adalah bagian dari keluarga besar UPG 1945 NTT,” tegas Dekan Temy, suara bergetar namun teguh.


Di ujung sambutannya, ia menitip pesan kepada seluruh keluarga besar Sabu Raijua,


 “Lusi boleh pulang, tetapi keluarga di Sabu dan UPG 1945 tidak akan pernah berpisah. Kita terikat dalam kasih, dalam iman, dan dalam roh yang sama. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Shalom.”

(kl)