Oleh: Yohanes Kia Nunang
Putra NTT, Pendiri Pondok Baca Kampung Kabor – Maumere, Sikka
Beberapa hari terakhir, hati saya—dan mungkin hati kita semua—teriris. Berita tentang penganiayaan brutal terhadap seorang Asisten Rumah Tangga (ART) asal Sumba di Batam menyayat nurani, bukan hanya sebagai orang NTT, tetapi sebagai manusia. Korban, yang dalam kasus ini disebut sebagai Intan, telah mengalami kekerasan fisik dan psikis yang tidak hanya merendahkan harkatnya sebagai perempuan, tetapi juga menginjak-injak martabatnya sebagai manusia.
Apa yang terjadi pada Intan bukanlah insiden biasa. Ini adalah potret suram dari masih langgengnya praktik perbudakan modern di negeri yang katanya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan. Ketika seseorang diperlakukan dengan kejam hanya karena status sosial dan ekonomi yang lebih rendah, kita sedang menyaksikan kegagalan kolektif—dari sistem hukum, dari negara, dan dari sesama.
Sebagai Putra NTT, saya merasa terpanggil. Bukan sekadar karena korban berasal dari daerah yang sama, tetapi karena saya yakin bahwa setiap manusia, dari manapun ia berasal, berhak untuk dihormati, dilindungi, dan diperlakukan dengan adil. Kekerasan terhadap Intan adalah kekerasan terhadap kita semua—karena ketika satu manusia direndahkan, seluruh kemanusiaan kita ikut tercoreng.
Saya meminta dengan tegas kepada pihak Kepolisian Kota Batam untuk memproses kasus ini secara transparan, adil, dan tanpa kompromi. Tidak boleh ada impunitas! Para pelaku harus diadili sesuai hukum yang berlaku, dan hak-hak korban harus dipenuhi—baik secara materiil maupun moril.
Saya juga memberikan apresiasi dan dukungan penuh kepada seluruh elemen Flobamora di Batam yang telah berdiri tegak mengawal kasus ini. Jangan biarkan tekanan atau intimidasi melemahkan perjuangan kita. Hanya dengan keberanian kolektif dan solidaritas yang kokoh, kita bisa memastikan bahwa Intan mendapatkan keadilan yang layak ia terima.
Akhirnya, saya menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia—terutama saudara-saudari dari NTT dan wilayah Timur lainnya—untuk tidak diam. Bersuaralah. Jangan biarkan peristiwa seperti ini menjadi normal. Mari kita berdiri bersama, bersatu dalam satu suara: kekerasan terhadap pekerja migran, terhadap perempuan, terhadap manusia, tidak bisa dibenarkan dalam alasan apa pun.
Hari ini kita bicara untuk Intan. Tapi sesungguhnya, kita sedang menyuarakan martabat dan masa depan kita semua.