Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Yapenkar Dirugikan Putusan Sela PN Oelamasi, Status Tanah 1,6 Hektare di Penfui Timur Jadi Gantung

Rabu, 30 Juli 2025 | Juli 30, 2025 WIB Last Updated 2025-07-30T13:41:27Z

 

Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus (Yapenkar) merasa dirugikan atas putusan sela PN Oelamasi terkait tanah 1,6 hektare. Lokasi sah di Penfui Timur, Kabupaten Kupang, namun status hukum kini menggantung.


Kota Kupang, NTT, 30 Juli 2025-Sengketa kepemilikan lahan seluas 1,6 hektare antara Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus (Yapenkar) dan Drs. Andreas Sinyo Langoday masih berlanjut. Tanah yang disengketakan merupakan bagian dari lahan seluas 400.000 m² yang telah dikelola Yapenkar sejak tahun 1982 untuk kepentingan pembangunan Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.


Dalam konferensi pers yang digelar di Kampus Unika Widya Mandira, pihak Yapenkar menyampaikan kekecewaannya terhadap putusan sela Pengadilan Negeri Oelamasi dalam perkara Nomor 30/Pdt.G/2025/PN.OLM, yang menyatakan bahwa PN Oelamasi tidak berwenang mengadili karena objek sengketa dianggap berada dalam wilayah Kota Kupang.


“Putusan ini sangat merugikan kami sebagai pihak penggugat. Kami sudah membuktikan dari segi administratif dan historis bahwa tanah ini berada di Kabupaten Kupang. Namun perkara tidak dilanjutkan hanya karena soal yurisdiksi,”
ujar Emanuel Pasar, kuasa hukum Yapenkar.


Yapenkar menjelaskan, lahan tersebut diperoleh berdasarkan SK Mendagri Nomor SK.30/HP/DA/86 tahun 1982, dan telah dilakukan pembayaran ganti rugi kepada 14 penggarap, disaksikan langsung oleh unsur Pemkab Kupang. Namun, setelah pembangunan ruas jalan Prof. Herman Johanes, sebagian lahan terpisah dan kini sedang digunakan oleh pihak luar tanpa izin.

 

“Tanah ini bagian dari lahan sah kami. Peta situasi resmi, pembayaran ganti rugi, dan administrasi pajak semua melalui Pemkab Kupang,” tegas P. Egidius Taimenas, SVD, kuasa khusus urusan tanah Yapenkar.


Posisi Pemerintah Daerah: Bukan Wilayah Kota Kupang


Kepala Bagian Hukum Setda Kota Kupang, Pauto W. Neno, menyatakan secara tegas bahwa tanah sengketa tidak berada dalam wilayah administrasi Kota Kupang, melainkan Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.

 

“Semua batas wilayah kini mengacu pada Permendagri No. 46 Tahun 2022 dan Sistem Geospasial Nasional. Lokasi tersebut bukan di wilayah Kota Kupang,” jelasnya.


Dukungan serupa datang dari Pemerintah Kabupaten Kupang melalui Kabag Tata Pemerintahan Nofriyanto Amtiran, S.STP, yang menyebut objek berada jelas di Kabupaten Kupang berdasarkan koordinat pilar batas PBU-042 hingga PBU-039.

 

“Data ini resmi dan sesuai peta nasional. Sangat disayangkan jika putusan pengadilan tidak mempertimbangkan ini,” ujarnya.


Konsekuensi Putusan dan Potensi Norma Baru


Yapenkar menilai putusan sela PN Oelamasi berpotensi menciptakan preseden hukum yang keliru, karena secara implisit menggeser posisi objek sengketa menjadi berada di wilayah Kota Kupang, padahal dokumen negara dan geospasial nasional menunjukkan sebaliknya.

 

“Putusan ini dapat menimbulkan multitafsir batas wilayah, padahal batas itu sudah diatur dan ditetapkan secara nasional,” tegas Emanuel.


Permendagri No. 46 Tahun 2022, khususnya Pasal 2 huruf s dan t, jelas menyatakan bahwa titik koordinat antara Kelurahan Lasiana (Kota Kupang) dan Desa Penfui Timur (Kabupaten Kupang) berhenti di PBU-040. Lokasi tanah yang disengketakan berada di sisi Kabupaten Kupang, bukan di RT 016/RW 006 Kelurahan Oesapa sebagaimana diklaim tergugat.


Yapenkar mendesak agar kepastian hukum ditegakkan dan perkara ini tidak berhenti hanya karena urusan kompetensi relatif. Dengan semua dokumen historis dan hukum yang dimiliki, Yapenkar menyatakan akan terus memperjuangkan hak atas tanah tersebut demi kepentingan pendidikan dan pelayanan publik.

✒️: kl