Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Bertanya Adalah Kecerdasan, Menghindar Adalah Kelicikan

Rabu, 20 Agustus 2025 | Agustus 20, 2025 WIB Last Updated 2025-08-19T21:40:55Z
Opini tajam Wenseslaus Wege, S.Fil. tentang gaya komunikasi pemimpin yang lebih memilih menghindar dengan pertanyaan balik ketimbang memberi jawaban jelas. Mengapa bertanya adalah kecerdasan, tetapi menghindar adalah kelicikan?


Opini oleh: Wenseslaus Wege, S.Fil


Dalam tradisi filsafat, Sokrates dikenal sebagai seorang guru yang menggunakan pertanyaan untuk membuka jalan menuju kebenaran. Pertanyaannya bukan untuk menghindar, melainkan untuk menuntun. Di sanalah letak kebesaran seorang filsuf: menghidupkan akal budi melalui dialog.


Tetapi, ketika seorang pemimpin ditanya rakyat atau wartawan, lalu justru membalas dengan pertanyaan balik, itu bukan filsafat. Itu adalah kelicikan. Pemimpin seperti itu bersembunyi di balik kata-kata, bukannya memberi arah.


Padahal, dalam filsafat politik, seorang pemimpin hadir bukan untuk berteka-teki, melainkan untuk memberi kejelasan. Menjawab pertanyaan rakyat adalah bagian dari tanggung jawab moral dan politik. Ketika ditanya tentang tujuan gerak jalan HUT RI, misalnya, jawabannya mestinya sederhana dan sarat makna. Namun yang terjadi justru sebaliknya: rakyat malah mendapat pertanyaan balik.


Pertanyaan wartawan sejatinya hanyalah jembatan agar publik mendengar langsung dari mulut pemimpin. Dengan menghindar, pemimpin seakan lupa bahwa rakyat tidak butuh teka-teki, melainkan arah yang jelas.


Kalau pertanyaan sederhana saja dibalas dengan tanya, bagaimana dengan pertanyaan besar soal janji kampanye: 20 ribu rumah terima kunci, beasiswa satu rumah satu sarjana, layanan kesehatan, atau jasa Covid-19 bagi para nakes? Apakah jawabannya juga akan berupa teka-teki?


Filsuf sekaligus ekonom India, Amartya Sen, menegaskan dalam gagasannya tentang freedom as development bahwa kebebasan rakyat untuk bertanya adalah hak yang fundamental. Namun kebebasan seorang pemimpin, katanya, bukanlah untuk menghindar dari pertanyaan, melainkan untuk memperluas pengertian rakyat.


Seorang pemimpin yang bijak tahu bahwa setiap pertanyaan—betapapun sederhana—adalah kesempatan emas untuk memberi inspirasi. Tetapi jika setiap pertanyaan justru dipantulkan kembali, rakyat pun akan bertanya-tanya: apakah pemimpinnya sedang berjalan maju, atau hanya berputar di tempat?


Dalam politik, pemimpin yang hanya pandai memutar kata tanpa memberi jawaban ibarat kompas rusak: tampak berwibawa, tetapi tak pernah menunjukkan arah.


Salam waras dari balik bukit tulang belulang.

— Wenseslaus Wege, S.Fil