![]() |
| APTISI NTT desak direktur dan wadir akademik Politeknik Negeri NTT tanggung jawab atas 796 alumni yang belum terima ijazah sejak 2021. |
Kupang,NTT, 16 September 2025 — Polemik ijazah yang belum diterima oleh 796 alumni Politeknik Negeri NTT sejak 2021 masih terus berlanjut dan menimbulkan keresahan besar. Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah XV Nusa Tenggara Timur (NTT), Dr. Semuel Haning, S.H., menegaskan bahwa tanggung jawab penuh atas persoalan ini ada di tangan direktur dan wakil direktur (wadir) akademik.
Menurut Semuel, posisi direktur dan wadir akademik tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban untuk memastikan seluruh proses akademik berjalan tuntas, termasuk penerbitan ijazah.
“Direktur adalah nakhoda kampus. Wadir akademik bertugas mengawal seluruh urusan akademik, mulai dari administrasi, penelitian, hingga pengabdian masyarakat. Jika ada 796 alumni belum menerima ijazah, maka direktur dan wadir akademik wajib bertanggung jawab penuh. Alumni tidak boleh dikorbankan terlalu lama,” ujarnya.
Ia menegaskan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi sudah mengatur dengan jelas bahwa mahasiswa yang menyelesaikan studi berhak memperoleh ijazah. Penundaan hingga empat tahun jelas melanggar aturan, merugikan alumni, dan bisa berimplikasi hukum.
Keterlambatan penerbitan ijazah bukan persoalan sepele. Semuel menyebut, alumni dirugikan secara material maupun non-material. Banyak yang kehilangan kesempatan kerja, tertunda kenaikan pangkat sebagai PNS, atau gagal melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Lebih jauh, kondisi ini juga menimbulkan tekanan psikis bagi para lulusan.
“Dengan ijazah, orang bisa melamar pekerjaan, mendapat pengakuan gelar, atau naik pangkat di birokrasi. Tanpa ijazah, semua itu tertutup. Bahkan ada kerugian psikis yang tidak bisa diukur karena alumni merasa masa depan mereka ditahan. Ini berpotensi masuk kategori perbuatan melawan hukum,” tegasnya.
Semuel juga menambahkan, biasanya keterlambatan penerbitan ijazah hanya terjadi karena faktor teknis, misalnya percetakan atau validasi data, dan paling lama sekitar satu bulan pasca wisuda. Hal ini terkait dengan proses penomoran ijazah nasional (PIN) yang harus disahkan oleh Ditjen Dikti. “Kalau sampai empat tahun tidak terbit, itu impossible. Ada yang sangat salah dalam sistem administrasi akademik kampus,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa sistem pengelolaan ijazah seharusnya berjalan berlapis. Mulai dari biro administrasi akademik, panitia wisuda, hingga validasi oleh kementerian. Setiap level punya tanggung jawab, tetapi ujungnya tetap pada direktur dan wadir akademik.
“Kalau ini sampai masuk ranah hukum, semua pihak bisa terseret: biro, panitia, bahkan kementerian. Itu sebabnya penyelesaian internal jauh lebih bijaksana sebelum ada alumni yang melapor. Jangan biarkan masalah ini merusak nama baik Politeknik Negeri NTT yang kita banggakan,” kata Semuel.
APTISI NTT mendorong agar persoalan ini segera dituntaskan tanpa berlarut-larut. Semuel menilai, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memberikan somasi kepada direktur dan wadir akademik agar segera menerbitkan ijazah yang menjadi hak alumni.
“Ijazah adalah hak dasar, bukan hadiah. Jika sampai alumni melapor, maka direktur dan wadir akademik yang harus berdiri paling depan menanggung akibatnya. Jangan tunggu sampai masalah ini melebar ke ranah hukum, karena kerugiannya akan lebih besar,” tegasnya.
Menurutnya, penyelesaian segera bukan hanya menyelamatkan nasib 796 alumni, tetapi juga menjaga nama baik perguruan tinggi di NTT. “Kalau dibiarkan, dunia luar akan menilai buruk kualitas tata kelola pendidikan di sini. Itu risiko yang sangat berbahaya,” ujarnya menambahkan.
Semuel menutup dengan seruan agar Politeknik Negeri NTT segera mengambil langkah bijak. Menurutnya, kasus ini bisa diselesaikan tanpa menunggu berlarut-larut jika ada itikad baik dari pimpinan kampus.
“Kami meminta agar direktur dan wadir akademik benar-benar menunjukkan kepemimpinan mereka. Jangan biarkan 796 alumni terus menderita hanya karena kelalaian birokrasi. Pendidikan adalah jalan mencerdaskan bangsa, bukan sumber penderitaan bagi anak bangsa. Segera selesaikan, demi masa depan alumni dan martabat pendidikan NTT,” tutupnya.
