![]() |
| Kawasan Konservasi Belu berpotensi jadi penghubung ekosistem laut NTT–Maluku–Timor Leste. Konservasi Indonesia dorong riset dan kolaborasi berkelanjutan. |
Kupang,NTT, 24 Oktober 2025 — Kawasan Konservasi Belu berpotensi besar menjadi penghubung ekosistem laut antara Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Timor Leste. Hal itu disampaikan oleh Aria Benu Sunda Banda, Koordinator Konservasi Indonesia, dalam kegiatan Konsultasi Publik Tingkat Provinsi yang digelar bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT.
Menurut Aria, Konservasi Indonesia hadir sebagai mitra pemerintah untuk mendukung berbagai upaya konservasi di wilayah perairan timur Indonesia.
“Kami dari Konservasi Indonesia hadir sebagai mitra pemerintah dalam mendukung berbagai upaya konservasi. Lembaga kami memiliki komitmen yang kuat terhadap perlindungan ekosistem, kelestarian lingkungan, serta peningkatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan berbasis konservasi,” jelas Aria.
Ia menegaskan bahwa kegiatan ini bukan merupakan program langsung dari Konservasi Indonesia, tetapi bentuk dukungan dan komitmen lembaga swasta dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
“Kami konsisten membantu pemerintah, terutama dalam memastikan proses pembentukan kawasan konservasi berjalan ilmiah, inklusif, dan berdampak positif,” tambahnya.
Aria menjelaskan, secara geografis, kawasan konservasi Belu memiliki posisi yang sangat strategis, karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Alor, Pulau Wetar, dan berdekatan dengan kawasan konservasi di Timor Leste.
“Harapan kami, kawasan ini dapat menjadi penghubung (konektivitas) antara kawasan konservasi di Provinsi NTT, Maluku, hingga Timor Leste,” tuturnya.
Kawasan ini dinilai penting karena dapat menjaga jalur migrasi mamalia laut seperti paus, lumba-lumba, dan dugong.
Berdasarkan hasil kajian tim ahli Konservasi Indonesia, perairan utara Belu, termasuk di sekitar Adat Pupu dan Niru, memiliki keunggulan ekologis yang tinggi dan menjadi bagian dari koridor migrasi satwa laut tersebut.
“Karena itu, wilayah ini perlu dilindungi agar jalur migrasi tidak terganggu dan keberlangsungan spesies laut tetap terjaga,” ungkapnya.
Untuk mendukung pemerintah dalam proses pembentukan kawasan konservasi, Konservasi Indonesia telah melakukan penelitian sejak tahun 2022.
Riset ini menjadi dasar ilmiah untuk memastikan bahwa kawasan yang diusulkan benar-benar layak ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Saat ini, prosesnya telah mencapai tahapan ke-13, yaitu konsultasi publik tingkat provinsi, dan akan dilanjutkan ke tahap asistensi teknis serta pengajuan penetapan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Setelah kawasan ini resmi ditetapkan, kami akan terus mendampingi pemerintah dalam menyusun rencana pengelolaan kawasan dan membentuk unit pengelola yang melibatkan berbagai pihak—mulai dari unsur pemerintah, akademisi, swasta, hingga masyarakat lokal,” papar Aria.
Lebih jauh, Aria menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal.
Masyarakat di sekitar kawasan akan berperan aktif melalui kelompok sadar wisata (Pokdarwis), kelompok pengawas masyarakat (Pokmaswas), serta lembaga berbasis masyarakat lainnya.
Dengan pendekatan ini, pengelolaan kawasan konservasi diharapkan tidak hanya menjaga alam, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat pesisir.
“Keterlibatan masyarakat menjadi hal penting, karena kawasan ini berada di wilayah mereka. Dengan demikian, manfaat konservasi bisa langsung dirasakan,” tegasnya.
✒️: kl
