Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Kisah Dua Sarjana Hukum Pilih Ujian Advokat di KAI: Antara Profesionalisme dan Panggilan Keadilan

Sabtu, 08 November 2025 | November 08, 2025 WIB Last Updated 2025-11-08T10:02:50Z
Dua calon advokat, Yulius Tenis dan Peter Ola , berbagi alasan memilih KAI serta pengalaman dan harapan mereka menjadi pengacara profesional yang melayani masyarakat kecil.


Kupang, NTTDi balik ruang ujian yang penuh ketegangan dan harapan, dua sosok sarjana hukum, Peter Ola, S.H. dan Yulius Tenis, S.H., berbagi kisah inspiratif tentang perjalanan mereka mengikuti Ujian Profesi Advokat (UPA) yang diselenggarakan oleh Kongres Advokat Indonesia (KAI). Bagi keduanya, memilih KAI bukan sekadar keputusan administratif, melainkan pilihan sadar untuk berproses di bawah wadah yang dianggap paling sesuai dengan visi profesionalisme dan nilai keadilan yang mereka yakini.


Menurut Peter Ola, KAI memberikan ruang yang tepat bagi dirinya untuk tumbuh bersama komunitas hukum yang solid.


“Saya memilih KAI karena saya punya relasi dengan teman-teman di sini, dan saya melihat cara kerja KAI sangat cocok dengan semangat saya untuk berkembang. KAI adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk belajar dan berkiprah,” ujarnya.


Sementara itu, Yulius Tenis menilai KAI sebagai organisasi advokat yang tidak hanya fokus pada legal formalitas, tetapi juga mendidik calon advokat menjadi profesional yang beretika dan akuntabel.


“KAI ini luar biasa. Mereka mendidik kita agar menjadi pengacara profesional — menjaga asas dan nilai keadilan dalam setiap pendampingan hukum. Selain itu, banyak teman alumni kami juga di sini, jadi suasananya sangat suportif,” tuturnya.


Dalam menghadapi ujian advokat, keduanya memiliki cara belajar yang berbeda namun saling melengkapi.
Peter Ola mengandalkan pengalaman praktisnya sebagai paralegal di LBH Check In Nusantara, di mana ia terbiasa turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data kasus.


“Kami ini aktivis lapangan. Jadi soal hukum bukan hal baru, tinggal mendalami kembali hal-hal teknis agar lebih siap dalam ujian,” katanya.


Berbeda dengan Peter, Yulius Tenis mengaku lebih menekankan pada sisi karakter dan perspektif global.


“Saya memimpin doa penutupan dalam bahasa Inggris — itu simbol bahwa kita harus siap menjadi advokat bukan hanya lokal, tapi juga nasional dan internasional. Globalisasi menuntut kita bisa berhadapan dengan siapa pun, termasuk klien dari luar negeri,” jelasnya dengan penuh semangat.


Keduanya sepakat bahwa materi ujian KAI sangat relevan dengan praktik hukum nyata.
Peter menilai soal-soal ujian menggambarkan situasi riil yang sering ditemui di lapangan.


“Tidak terlalu jauh dari praktik. Cara membuat surat kuasa, gugatan, semua seperti yang kami kerjakan di LBH dan dulu di kampus,” ungkapnya.


Hal serupa disampaikan Yulius, yang menyebut ujian ini sebagai sarana penyegaran bagi advokat muda.


“Soalnya seperti ajang ‘cosplay profesional’, kita mengulang kembali apa yang biasa dilakukan saat magang dan di lapangan. Metodenya bagus, panitia juga solid dan kompak,” ujarnya.


Bagi Peter, ujian kali ini tidak terlalu sulit, tetapi menuntut ketelitian.“Tingkat kesulitannya sedang. Soal-soalnya masih sesuai dengan pengalaman praktik kami,” katanya.


Sementara Yulius menilai suasana ujian sangat kondusif dan menghidupkan semangat profesionalisme.


“Ada dua bagian penting dalam tes — tentang surat kuasa khusus dan gugatan. Bagi kami yang sudah pengalaman, ini lebih seperti nostalgia masa kuliah dan magang,” tuturnya sambil tersenyum.


Setelah menyelesaikan UPA, keduanya memiliki harapan yang sama: menjadi advokat yang melayani masyarakat pencari keadilan, terutama kalangan kecil dan tidak mampu.
Peter Ola menegaskan komitmennya:


“Kami akan membantu masyarakat pencari keadilan dengan ilmu yang kami peroleh selama pendidikan ini,” ujarnya.


Sementara Yulius Tenis menambahkan: “Kami ingin tampil lebih matang di lapangan, melayani secara profesional, bahkan menjangkau yang tak terjangkau. Kami ingin membantu masyarakat awam agar mendapatkan pelayanan hukum yang sama dengan mereka yang beruntung,” tegasnya.


Ujian advokat bukan hanya tentang lulus atau tidak, tetapi tentang memahami nilai luhur profesi hukum: keberanian, integritas, dan pelayanan untuk sesama. Peter Ola dan Yulius Tenis menjadi contoh nyata bahwa advokat sejati lahir dari panggilan hati, bukan sekadar gelar.

✒️: kl