Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

PMKRI Ende Kecam Penyitaan Moke oleh Aparat: “Moke Adalah Identitas Budaya, Bukan Sekadar Minuman Keras”

Jumat, 07 November 2025 | November 07, 2025 WIB Last Updated 2025-11-07T12:03:59Z

 

PMKRI Ende kecam penyitaan moke oleh aparat. Moke dinilai bukan sekadar minuman keras, tapi identitas budaya dan simbol sosial masyarakat Flores.


Ende,NTT, 7 November 2025Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende Santo Yohanes Don Bosco menyatakan sikap tegas atas tindakan penyitaan minuman tradisional moke oleh Kepolisian Resor Ende pada 4 November 2025.


Melalui Presidium Gerakan Kemasyarakatan, Longginus Kota Setu, PMKRI menilai tindakan aparat tersebut perlu dikaji secara mendalam. Menurutnya, moke bukan sekadar minuman keras, melainkan bagian dari identitas budaya masyarakat Flores yang memiliki nilai sosial, adat, dan ekonomi tinggi.


“Moke telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat sejak lama dan memiliki fungsi sosial penting dalam berbagai kegiatan adat seperti pernikahan, perdamaian, dan pesta rakyat. Karena itu, setiap kebijakan terhadap moke harus dilakukan dengan pendekatan kultural dan dialogis,” tegas Longginus Kota Setu.


PMKRI Ende menilai bahwa penertiban atau penyitaan terhadap moke tidak bisa disamakan dengan razia minuman keras pada umumnya. Sebab, moke memiliki dimensi kultural dan spiritual yang melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Flores.


Moke sering hadir dalam ritual adat, perundingan perdamaian, hingga prosesi keagamaan lokal, menjadi simbol keterbukaan dan persaudaraan. Karena itu, memperlakukan moke hanya sebagai barang ilegal tanpa mempertimbangkan konteks budaya dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap kearifan lokal.


Sikap Tegas PMKRI Ende


Berdasarkan penilaian tersebut, PMKRI Cabang Ende menyampaikan tiga sikap resmi sebagai berikut:


  1. Mengecam tindakan penyitaan moke yang dilakukan tanpa prosedur hukum yang jelas dan tanpa pendekatan budaya yang tepat, karena telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
  2. Mendesak Polres Ende untuk menghormati kearifan lokal masyarakat dan melakukan dialog dengan para pelaku usaha tradisional sebelum mengambil langkah penertiban.
  3. Meminta Pemerintah Kabupaten dan DPRD Ende segera menyusun regulasi khusus tentang produksi, distribusi, dan penjualan moke agar tidak terjadi tumpang tindih hukum antara masyarakat adat dan aparat penegak hukum.


Hukum Harus Sejalan dengan Kearifan Lokal


PMKRI Ende menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh berdiri di atas pengabaian terhadap nilai budaya lokal. Moke adalah bagian dari jati diri masyarakat Flores yang telah diwariskan turun-temurun, dan penanganannya harus dilakukan dengan pendekatan yang humanis dan edukatif.


“Kami tidak menolak penegakan hukum, tetapi hukum juga harus menghormati akar budaya yang hidup di tengah masyarakat. Jangan sampai aparat bertindak represif terhadap tradisi yang menjadi simbol identitas orang Flores,” lanjut Longginus.


PMKRI juga mendorong adanya sinergi antara pemerintah daerah, aparat keamanan, dan lembaga adat untuk menyusun mekanisme perlindungan terhadap produk-produk budaya lokal, termasuk moke.


Menjaga Marwah Budaya dan Keadilan Sosial


Perdebatan soal moke bukan semata persoalan minuman tradisional, tetapi menyangkut kedaulatan budaya dan penghargaan terhadap warisan leluhur. Bagi masyarakat Flores, moke adalah lambang kesetiaan, kejujuran, dan persaudaraan.


PMKRI Ende berharap agar peristiwa ini menjadi momentum refleksi bersama — bahwa kebijakan publik dan penegakan hukum di tanah Flores harus tetap berpijak pada nilai keadilan sosial, martabat manusia, dan budaya lokal yang luhur.

✒️:Albert Cakramento