Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Skandal Etika Jurnalistik di NTT: Pemred NTTNews.net Ditekan Wartawan TV One Soal Berita Bupati Ende

Jumat, 07 November 2025 | November 07, 2025 WIB Last Updated 2025-11-07T13:32:46Z

 

Kasus dugaan intimidasi antarwartawan di NTT mencoreng dunia pers. Pemred NTTNews.net ditekan oknum wartawan TV One soal berita Bupati Ende. (Foto: ilustrasi) 


Labuan Bajo, NTT — Dunia pers di Nusa Tenggara Timur kembali diguncang skandal etika jurnalistik. Seorang wartawan asal Ende bernama Sylvester Keda, yang mengaku bekerja di salah satu media nasional di Jakarta, yakni TV One, diduga melakukan tindakan intimidatif terhadap Pemimpin Redaksi (Pemred) NTTNews.net, Alfonsius Andy, pada Jumat sore (7/11/2025) sekitar pukul 15.40 WITA.


Peristiwa itu bermula dari publikasi berita berjudul Jelang ETMC 2025, Isu Demonstrasi 39 Paroki Warnai Kabupaten Ende.”
Sylvester diduga tidak senang dengan pemberitaan tersebut dan kemudian menghubungi Alfonsius Andy melalui panggilan WhatsApp dengan nada tinggi.


Menurut keterangan Alfonsius Andy — yang juga menjabat Ketua DPW Fast Respon NTT — Sylvester memperkenalkan diri sebagai wartawan nasional dari TV One dan mendesak agar redaksi segera memuat berita hak jawab terkait Bupati Ende, Yosef Benediktus Tote Badeoda.


“Sore ini saya dihubungi seseorang yang mengaku wartawan nasional TV One bernama Sylvester Keda. Dengan nada tinggi, dia memaksa saya untuk segera menaikkan berita hak jawab terkait ETMC 2025 di Ende,” ujar Andy kepada media ini.


Andy menilai tindakan tersebut sebagai bentuk tekanan yang melanggar etika profesi jurnalis.“Dia siapa? Mau dia wartawan media nasional atau apapun, tidak punya hak untuk memaksa dan mengintimidasi saya menaikkan klarifikasi dari Bupati Ende,” tegas Andy.


Lebih lanjut, Andy mempertanyakan motif di balik intervensi Sylvester terhadap ruang redaksi.“Saya tidak kenal dia, dan tidak mau kenal. Masa seorang yang mengaku wartawan senior tapi etika komunikasinya seperti orang tidak sekolah. Apa maksudnya telepon saya dan membela Bupati Ende?” tambahnya kesal.


Andy juga menjelaskan bahwa wartawan NTTNews.net di Ende, Rian Laka, sebelumnya telah melakukan konfirmasi langsung kepada Bupati Ende sebelum berita diterbitkan. Namun pesan WhatsApp yang dikirim tidak dibalas, bahkan kontaknya diblokir oleh Bupati.


“Jujur saja, wartawan saya sudah melakukan konfirmasi ke Bupati Ende. Tapi pesannya tidak dibalas, malah nomornya diblokir,” ungkap Andy.


Menurutnya, jika memang merasa keberatan, seharusnya pihak Bupati langsung menyampaikan hak jawab secara resmi kepada redaksi, bukan melalui pihak luar.


“Kenapa justru wartawan yang mengaku dari TV One di Jakarta yang sibuk menghubungi saya? Ada apa ini?” kata Andy heran.


Ia menilai tindakan Sylvester telah mencoreng nama baik dunia pers dan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di NTT.


“Lucunya lagi, dia mendesak saya untuk segera menaikkan klarifikasi itu. Saya bilang langsung, kalau Bupati merasa dirugikan, silakan hubungi saya sendiri. Itu bukan tugas Sylvester,” tegas Andy.


“Etika komunikasinya tidak menunjukkan dia seorang senior yang pantas dijadikan panutan. Katanya wartawan nasional, tapi cara bicaranya jauh dari profesional,” pungkasnya.


Sebelumnya, berita yang dipersoalkan tersebut menyoroti isu rencana aksi 39 paroki di Kabupaten Ende menjelang pembukaan turnamen El Tari Memorial Cup (ETMC) 2025. Aksi itu disebut berkaitan dengan penolakan proyek panas bumi (geotermal) di wilayah Ende.


Ketua PMKRI Cabang Ende, Daniel Sakof Turof, mengatakan Bupati Ende terkesan menghindari momen pembukaan ETMC karena tekanan dari umat dan aktivis lingkungan.


“Kalau mau menghindar, ya bilang saja menghindar. Jangan sampai saat kami turun aksi, Bupati justru tidak di tempat,” ujar Daniel.


Berdasarkan data redaksi, Bupati Ende Benediktus Tote Badeoda diketahui berangkat ke Jakarta pada Senin pagi (4/11/2025) untuk menghadiri kegiatan di Lemhannas RI. Namun hingga berita ini diturunkan, pihak Bupati belum memberikan klarifikasi resmi.


Kasus dugaan intimidasi ini menjadi cermin penting bagi dunia pers di NTT: bahwa etika jurnalistik bukan alat tekanan, melainkan pedoman moral yang wajib dijaga bersama.
Kebebasan pers tidak boleh dikompromikan oleh kepentingan politik, jabatan, maupun ego individu.


“Skandal etika ini harus jadi pelajaran. Kalau sesama wartawan saling menekan, siapa lagi yang jaga kebenaran?”

✒️:***