Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Rekayasa Hukum untuk Rampas Tanah Warisan di Sikka: Luka Lama yang Belum Sembuh

Selasa, 08 Juli 2025 | Juli 08, 2025 WIB Last Updated 2025-07-08T10:11:12Z

 


Oleh: Tomas Alfa Edison (El Volcano Benbao)

Wakil Keluarga Suku Keytimu, Lepo Motong Heo dan Lepo Tanah Hewokloang


Di tanah ini, hukum telah berubah wajah. Ia tidak lagi menjunjung keadilan, tetapi dijadikan alat pembenaran bagi kekuasaan dan kerakusan. Yang kuat menindas yang lemah, yang berduit membungkam yang bersuara. Dan di tengah sistem yang pincang ini, tanah—warisan hidup orang kecil—jadi korban paling awal.


Surat pernyataan sikap dari keluarga besar Kristoforus Otang Migo Keytimu adalah teriakan perlawanan yang lahir dari luka dan pengkhianatan. Tanah mereka, yang diwarisi secara sah dari leluhur, hendak dirampas dengan cara licik dan sistematis, dibungkus dalam rangkaian proses hukum yang direkayasa dan berpihak sepihak.


Dari Ajakan Kerja ke Jeruji Penjara


Berawal dari ajakan kerja oleh Suwarno Goni, pemilik Toko GO, anggota keluarga Keytimu terlibat dalam aktivitas usaha penjualan motor. Namun alih-alih kerja sama yang adil, mereka dijadikan kambing hitam atas dugaan kerugian yang tidak pernah dijelaskan secara rinci, bahkan dituduh tanpa dasar dan akhirnya dipidanakan.


Lebih gila lagi, saat keluarga dalam posisi terpenjara, pihak lawan menjalankan gugatan perdata tanpa kehadiran mereka. Tanah disita, keluarga kehilangan hak jawab, dan keadilan dilindas oleh prosedur yang kejam.


Jika Hukum Tidak Lagi Berpihak Pada Kebenaran, Maka Rakyat Wajib Melawan


Ketika hukum dipakai untuk menindas dan merampas, maka rakyat berhak untuk melawan. Kami tidak menolak hukum, tapi kami menolak penyalahgunaan hukum. Tanah kami bukan benda mati—ia adalah tubuh kami, napas kami, dan kehormatan leluhur kami.


Kami bersuara tidak sekadar untuk mempertahankan sebidang tanah, tetapi untuk membela martabat dan hak hidup yang dirampas dengan brutal. Kami bersuara karena jika hari ini kami diam, maka besok generasi kami tidak akan punya apa-apa selain luka dan kemiskinan yang diwariskan.


Lawan, Karena Diam Adalah Bentuk Pengkhianatan


Kami menyerukan kepada seluruh masyarakat Sikka, khususnya para pemangku adat, pemuka agama, lembaga bantuan hukum, dan media independen—untuk tidak diam. Hari ini kami yang menjadi korban, tapi jika pembiaran terus terjadi, maka besok giliran siapa?


Kami tidak gentar. Kami akan berdiri tegak melawan ketidakadilan ini. Tanah kami bukan untuk dijual, bukan untuk dirampas, bukan untuk dimenangkan lewat tipu muslihat ruang sidang. Jika hukum negara tidak bisa menjamin keadilan, maka hukum adat dan suara rakyat akan mengambil alih.