![]() |
| Simson Polin DPRD NTT desak perda pro-rakyat: hapus BPHTB, kelola SDA rumput laut, hingga kabel optik untuk dongkrak PAD dan sejahterakan masyarakat. |
Kota Kupang, NTT, 18 September 2025— Anggota Komisi 4 DPRD Provinsi NTT, Simson Polin, menegaskan bahwa setiap peraturan daerah (perda) yang disusun harus benar-benar pro-rakyat. Hal ini disampaikannya dalam rapat dengar pendapat bersama Perindag, Perhubungan, Biro Hukum, PUPR, dan instansi terkait.
Menurutnya, orientasi utama perda bukan hanya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga memastikan bahwa hasilnya kembali kepada masyarakat.
“Kalau PAD naik tetapi salah kelola, masyarakat tetap miskin. Karena itu, setiap perda harus berpihak pada rakyat,” tegas Simson.
Hapus BPHTB, Permudah Perumahan Rakyat
Salah satu hal yang paling ditekankan adalah penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang selama ini dianggap mencekik masyarakat kecil, khususnya pegawai baru, pendeta, ustaz, hingga kontrak kerja muda yang ingin memiliki rumah layak.
“Bayangkan, uang muka rumah hanya Rp1 juta, tetapi BPHTB bisa Rp6 juta. Ini menindas rakyat. Kami minta pemerintah daerah menindaklanjuti kebijakan pusat untuk menghapus BPHTB, agar masyarakat bisa lebih mudah punya rumah,” ujarnya.
Kelola SDA: Rumput Laut, Cumi-Cumi, dan Potensi Laut Lainnya
Simson juga menyoroti lemahnya pengelolaan sumber daya alam laut, seperti rumput laut dan cumi-cumi, yang selama ini dieksploitasi pengusaha tetapi tidak memberi kontribusi nyata kepada daerah.
Ia mencontohkan praktik di Maluku, di mana setiap kilo rumput laut dikenai kontribusi Rp1.000 untuk desa dan Rp300 untuk kabupaten, sehingga desa bisa membangun kantor hingga jalan hotmix tanpa tergantung dana transfer pusat.
“Di NTT, potensi ini dibiarkan begitu saja. Tidak ada satu rupiah pun masuk ke PAD dari rumput laut. Ini sangat disayangkan, padahal kita punya kualitas terbaik di Indonesia,” katanya.
PAD Baru: Kabel Optik, Tiang Listrik, dan Pipa Bawah Tanah
Selain sektor kelautan, Simson menilai ada sumber PAD baru yang belum dilirik, yaitu dari penempatan kabel serat optik, tiang listrik, jaringan pipa bawah tanah, dan infrastruktur telekomunikasi.
Menurutnya, jika perda khusus dibuat, maka target PAD NTT 2026 sebesar Rp2,8 triliun bukanlah hal yang mustahil dicapai.
Simson juga mengingatkan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam memberikan izin tambang atau pembangunan di pesisir. Tanpa pengawasan ketat, izin yang sembarangan justru memicu bencana alam seperti banjir bandang.
“Kita jangan hanya kejar PAD tapi abai pada dampak lingkungan. Kalau bencana terjadi, akhirnya uang habis untuk penanggulangan. Ini justru merugikan rakyat,” jelasnya.
Bagi Simson, inti dari setiap perda adalah bagaimana uang rakyat yang masuk lewat pajak kembali ke rakyat dalam bentuk kesejahteraan nyata. Dengan manajemen yang baik, perda bisa menjadi instrumen penting untuk mengurangi kemiskinan, membuka akses perumahan, serta meningkatkan PAD yang berkelanjutan.
“Perda itu sederhana. Uang rakyat dikelola sebaik-baiknya, manfaatnya kembali ke rakyat. Kalau rakyat sudah sejahtera, tidak ada lagi demo atau pembakaran di mana-mana,” pungkasnya.
Perda pro-rakyat bukan pilihan, tapi kewajiban. Karena uang rakyat harus kembali ke rakyat.
✒️: kl
