Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Teknologi Maggot hingga Pirolisis, Pemkot Kupang Bangun Sistem Sampah Berkelanjutan

Kamis, 18 September 2025 | September 18, 2025 WIB Last Updated 2025-09-18T06:47:49Z

 

Wali Kota Kupang paparkan inovasi pengelolaan sampah dengan maggot dan pirolisis, dorong ekonomi hijau dan biru berkelanjutan. (📸 : Tonny Ga) 



Kota Kupang, NTT — Pengelolaan sampah berkelanjutan kini menjadi agenda serius Pemerintah Kota Kupang. Dalam Seminar Nasional Sainstek VII Universitas Nusa Cendana (Undana), Kamis (18/8), Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo, menegaskan bahwa sampah bukan sekadar urusan kebersihan, melainkan juga memiliki nilai ekonomi.


“Selama ini kita hanya memindahkan sampah dari titik A ke titik B tanpa pengolahan yang tepat. Karena itu, kami merumuskan sebuah roadmap pengelolaan sampah terpadu yang bisa diwariskan kepada pemimpin Kota Kupang berikutnya,” ujarnya.


Sistem yang digagas Pemkot dimulai dari rumah tangga. Setiap RT mendapat tempat sampah terpilah tiga warna: hijau (organik), kuning (non-organik), dan merah (berbahaya). Sampah kemudian diangkut ke TPS kelurahan, lalu ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di tingkat kecamatan. “Targetnya, 85 persen sampah bisa diolah di TPST kecamatan, sementara hanya 15 persen residu yang dibawa ke TPA,” jelasnya.


Di TPST, sampah ditangani dengan berbagai teknologi sederhana, mulai dari mesin pencacah plastik, pencetak batako, hingga budidaya maggot. 


“Maggot dapat mengolah sampah organik menjadi pakan ternak bernilai tinggi,” ungkapnya. Selain itu, pemerintah pusat juga membantu pembangunan fasilitas pirolisis. “Teknologi ini akan mengubah plastik menjadi bahan bakar, dan ini merupakan lompatan penting bagi Kupang,” tambahnya.


Wali Kota mengakui keterbatasan anggaran sebagai kendala utama. Namun, ia memuji semangat masyarakat dan dukungan CSR dari berbagai pihak. 


“Awalnya saya ragu, tapi ternyata semangat gotong royong masyarakat luar biasa. Hingga saat ini sudah ada lebih dari 800 unit tempat sampah yang terdistribusi,” ungkapnya.


Selain soal teknologi, dr. Christian juga memberi motivasi kepada mahasiswa. Ia membagikan tiga prinsip hidup yang selalu ia pegang: fokus, adaptasi, dan konsistensi. 


“Dulu waktu mau masuk fakultas kedokteran, saya hanya menulis satu pilihan tanpa cadangan. Itu membuat saya belajar mati-matian sampai akhirnya lulus. Artinya, ketika kita terlalu banyak rencana cadangan, kadang kita jadi tidak fokus,” kisahnya.


Menurutnya, adaptasi juga penting. “Dulu orang bisnis dari pintu ke pintu, sekarang cukup dari rumah lewat internet. Jadi kita harus adaptif dengan teknologi, termasuk dalam pengelolaan sampah dengan GPS dan CCTV,” jelasnya.


Prinsip terakhir adalah konsistensi. “Komitmen itu penting, tapi hanya ada di awal. Tanpa konsistensi, komitmen tidak berarti. Without commitment, you never start. And without consistency, you never finish,” tegasnya.


Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Undana, Dr. Siprianus Suban Garak, mengapresiasi inovasi Pemkot Kupang. Ia menyebut bahwa mahasiswa Undana sudah lama bergerak di isu ekonomi hijau. “Mahasiswa kita sudah pernah mengolah sampah menjadi paving block dan pot bunga dari plastik. Mereka tidak hanya bicara teori, tapi juga praktik nyata,” ujarnya.


Langkah kecil ini adalah pijakan besar untuk menjadikan Kupang sebagai kota hijau yang peduli lingkungan dan berorientasi pada masa depan.

✍🏼 : Chris Dethan