Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Skandal Indomobil Maumere: Pensiunan Guru Dituding Penadah, Benarkah Kriminalisasi Konsumen?

Rabu, 17 September 2025 | September 17, 2025 WIB Last Updated 2025-09-17T10:47:44Z

 

Skandal Indomobil Maumere menyeret pensiunan guru jadi korban tuduhan penadah. Kasus ini soroti praktik leasing dan hak konsumen di Sikka.



Maumere, NTT, 17 September 2025 — Skandal memalukan mencuat di Kabupaten Sikka. Seorang pensiunan guru asal Desa Nebe, Kecamatan Waigete, Yudas Tadeus, menjadi korban tudingan tak masuk akal. Skandal Indomobil Maumere ini bermula saat mobil Suzuki New Carry bekas yang dibelinya secara resmi dari Indomobil Finance justru menyeretnya ke dalam pusaran hukum, setelah kuasa hukum perusahaan menudingnya sebagai penadah.


Transaksi pembelian dilakukan pada 1 Februari 2021 dengan harga Rp75 juta. Kala itu, Yudas berurusan langsung dengan Kepala Cabang Indomobil Finance Maumere, William, yang kini tengah mendekam di penjara. Bukti kuitansi bertanda tangan dan bercap resmi Indomobil tersimpan rapi, dan selama lebih dari lima tahun Yudas menggunakan mobil itu tanpa masalah.


Namun, Senin (14/9), saat sedang makan siang di sebuah warung di Jalan Don Thomas, Maumere, Yudas dikejutkan kedatangan sekelompok anak muda. Salah satunya mengaku sebagai pihak Indomobil Finance dan menuntut agar mobil diserahkan tanpa memperlihatkan dokumen resmi penarikan.


 “Mereka datang mengaku diri sebagai pihak penarik tanpa menunjukkan surat-surat apapun. Mereka mengepung saya layaknya seorang penjahat,” ujar Yudas dengan nada getir.


Merasa terintimidasi, Yudas menghubungi seorang pastor untuk membantu negosiasi. Pastor sempat meminta agar Yudas diberi kesempatan pulang mengambil kuitansi pembelian, tetapi permintaan itu ditolak. Ketegangan baru reda setelah aparat kepolisian turun tangan dan meminta persoalan dibawa ke kantor polisi.


Kesepakatan akhirnya dibuat: Yudas akan menunjukkan kuitansi asli pada hari berikutnya. Selasa (16/9) siang, Yudas memenuhi kesepakatan. Ia datang ke kantor Indomobil dengan membawa bukti pembayaran sah, berharap perusahaan segera menyerahkan BPKB mobil yang tak pernah ia terima sejak 2021.


Kepala Cabang Indomobil Finance saat ini, Dens, menjanjikan proses dokumen paling lambat dua hari, sembari menunggu arahan kantor pusat Jakarta. Namun, kekecewaan Yudas memuncak ketika kuasa hukum Indomobil dari Jakarta lewat sambungan telepon justru menuding dirinya sebagai penadah.


Kasus Yudas bukan sekadar sengketa antara konsumen dan perusahaan, melainkan potret buram praktik leasing di daerah. Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah:


1. Apakah proses penarikan mobil sudah sesuai SOP standar perusahaan pembiayaan?

2. Apakah pihak yang mengaku sebagai penarik memiliki lisensi resmi untuk melaksanakan tugas tersebut?

3. Apakah ada peringatan tertulis (SP1, SP2) atau putusan pengadilan yang menjadi dasar penarikan?


Tanpa adanya mekanisme ini, setiap tindakan penarikan rawan dikategorikan sebagai perampasan dan bentuk kriminalisasi terhadap konsumen.


Redaksi menilai, perlakuan yang dialami Yudas adalah bukti bahwa konsumen kerap berada di posisi lemah, terutama ketika berhadapan dengan perusahaan besar. Seorang pensiunan guru, yang semestinya menikmati masa tua dengan tenang, justru harus menghadapi tekanan, intimidasi, hingga tudingan pidana.


Perusahaan pembiayaan wajib tunduk pada aturan hukum yang berlaku, bukan sebaliknya memperlakukan konsumen sah sebagai pesakitan. Aparat penegak hukum dan otoritas terkait harus turun tangan mengawasi, agar kasus serupa tidak terus berulang di tanah Sikka.


Skandal Indomobil Maumere ini adalah tamparan keras bagi dunia usaha pembiayaan. Hukum harus menegakkan keadilan, bukan menjadi alat kriminalisasi terhadap rakyat kecil. Jika praktik semacam ini dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan dan hukum akan hancur.


Kasus ini harus menjadi momentum evaluasi sistem leasing di daerah. Pemerintah, OJK, hingga aparat hukum wajib hadir memastikan hak konsumen benar-benar dilindungi. Jangan sampai hukum menjadi alat menekan rakyat kecil, sementara korporasi bebas berbuat sesuka hati.

✒️: Albert Cakramento