![]() |
Anggota DPRD NTT Simson Polin ungkap penyebab kelangkaan BBM subsidi di Flores dan Rote, dari penyalahgunaan barcode hingga praktik mafia solar. |
Kupang, 10 Oktober 2025 —Masalah kelangkaan BBM subsidi di NTT kembali menjadi sorotan tajam setelah Anggota Komisi IV DPRD Provinsi NTT, Simson Polin, mengungkap fakta mencengangkan di lapangan. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Pertamina, Simson menyoroti fenomena penjualan solar subsidi seharga Rp6.000 yang dijual kembali hingga Rp15.000 per liter di beberapa daerah, termasuk Flores dan Rote.
“Ada nilai ekonomi besar yang dimainkan. Solar subsidi seharusnya untuk rakyat kecil, tapi dijual mahal oleh oknum yang memanfaatkan situasi,” tegas Simson.
Menurutnya, kondisi ini memperparah penderitaan masyarakat yang sudah harus mengantri hingga 2–3 kilometer di SPBU, seperti yang ia temui saat kunjungan kerja ke Kabupaten Ende. Ia menyebut antrian panjang tersebut terjadi karena SPBU tidak membuka pelayanan tepat waktu dan pasokan dari Pertamina sering terlambat.
“Saya turun langsung melihat antrean di depan hotel tempat kami menginap. Warga mengeluh karena SPBU baru buka siang, padahal kendaraan sudah menumpuk sejak pagi,” ujarnya.
Simson mengaku sempat berkoordinasi langsung dengan pihak Pertamina agar pasokan BBM segera dikirim ke Maumere, dan malam itu juga SPBU dibuka hingga pukul 03.00 dini hari untuk melayani masyarakat.
Lebih lanjut, Simson menyoroti praktik penyalahgunaan barcode BBM subsidi oleh oknum di lapangan.“Saya lihat sendiri ada pengisian pakai barcode orang lain. Itu artinya distribusi BBM subsidi bocor, tidak tepat sasaran,” jelasnya.
Kondisi ini, menurutnya, menjadi celah munculnya mafia BBM yang membeli solar subsidi untuk dijual kembali secara eceran dengan harga berlipat.
“Kalau tidak diawasi, mafia bisa kuasai pasar. Masyarakat yang seharusnya jadi prioritas, malah tidak kebagian,” tegasnya.
Selain faktor penyalahgunaan, Simson menjelaskan bahwa pengiriman BBM ke wilayah kepulauan seperti Rote, Sabu, dan Semau sering terganggu oleh cuaca buruk dan keterbatasan infrastruktur penampungan BBM.
Ia mendorong pemerintah dan Pertamina untuk mempercepat pembangunan penampungan di Maumere dan beberapa titik di Flores, agar pasokan bisa lebih stabil.
“Kalau penampungan di Maumere itu segera selesai, suplai ke Flores dan sekitarnya akan lebih lancar. Ini proyek strategis, jangan dibiarkan berlarut-larut,” katanya.
Simson juga menyinggung proyek di Rote yang sedang dikerjakan oleh perusahaan besar dengan lebih dari 100 unit alat berat. Menurutnya, kebutuhan BBM di sana meningkat tajam, namun kuota BBM subsidi justru terancam dikurangi.
“Kalau kuota diturunkan, ini bahaya. Pertamina dan pemerintah harus segera realisasikan rencana pembangunan tiga SPBU di Rote dan belasan di wilayah NTT lainnya,” ujarnya.
Ia menilai, langkah tersebut penting agar masyarakat tidak lagi bergantung pada penjualan eceran yang mahal serta menutup peluang bagi oknum yang bermain di balik kelangkaan.
Dalam penutupnya, Simson menegaskan pentingnya kolaborasi antara Pertamina, SPBU, aparat keamanan, dan pemerintah daerah. Ia juga mengimbau agar Satpol PP dan aparat hukum ikut turun langsung mengawasi distribusi BBM subsidi, serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan barcode yang benar.
“Kalau pengawasan dan edukasi tidak berjalan, mafia BBM akan terus bermain, dan rakyat kecil terus jadi korban,” tutupnya.
Kelangkaan BBM subsidi di NTT bukan sekadar soal cuaca atau distribusi, melainkan soal moral dan pengawasan. Selama mafia masih bebas bermain, rakyat kecil akan terus menjerit di tengah antrian panjang.
Harga solar subsidi yang melonjak di tangan pengecer hanyalah puncak gunung es. Kini saatnya pemerintah dan Pertamina bertindak tegas, agar energi murah benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak.
✒️: kl