![]() |
Puskesmas di Kabupaten Sikka krisis dokter. 8 Puskesmas tanpa dokter, fasilitas minim, aturan pusat kian memperburuk kondisi layanan kesehatan. |
Maumere,NTT, 1 Oktober 2025 — Kabupaten Sikka kini menghadapi krisis dokter di Puskesmas. Dari total 27 Puskesmas, tercatat 8 Puskesmas beroperasi tanpa dokter umum. Sementara untuk dokter gigi, hanya tersedia di 5–7 Puskesmas, padahal kebutuhan ideal mencapai 20 unit.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Petrus Hermus, mengakui kondisi ini bukan hal baru. Formasi JPNS dan PPPK memang dibuka, namun jumlah pendaftar sangat minim.
“Peminatnya tidak sebanding dengan kebutuhan. Formasi ada, tapi yang daftar hampir tidak ada,” ujarnya.
8 Puskesmas Tanpa Dokter
Delapan Puskesmas di Kabupaten Sikka yang hingga kini tidak memiliki dokter adalah:
1. Puskesmas Boganatar
2. Puskesmas Kewapante
3. Puskesmas Koting
4. Puskesmas Nanga
5. Puskesmas Magepanda
6. Puskesmas Teluk
7. Puskesmas Palue
8. Puskesmas Wualadu
Ketiadaan tenaga medis membuat pelayanan kesehatan dasar hanya mengandalkan bidan dan perawat.
Hermus menjelaskan, peluang sebenarnya terbuka saat lulusan baru fakultas kedokteran keluar di pertengahan tahun. Namun kesempatan itu tidak bisa dimanfaatkan karena aturan pusat melarang perekrutan tenaga kontrak.
“Sebetulnya ada peluang. Ketika lulusan baru keluar, mereka bisa mengisi kekosongan. Tapi kita terbentur aturan, tidak boleh ada tenaga kontrak. Akhirnya Puskesmas tetap kosong,” jelasnya.
Pemkab Sikka bahkan sudah bersurat resmi ke Menteri PAN-RB dan Menteri Kesehatan. Pada 21 Agustus lalu, Bupati bersama jajaran bertemu Menkes, yang berjanji menugaskan dokter khusus untuk Sikka.
“Bulan Oktober ini kita akan kedatangan 2 dokter umum dan 1 dokter gigi melalui penugasan khusus. Tapi kita masih menunggu keputusan resmi dari MenPAN-RB dan Menko PMK,” terangnya.
Selain aturan pusat, masalah utama lain adalah minimnya fasilitas.“Saya pernah ditanya di DPR, kenapa dokter tidak berminat? Kajian saya jelas: fasilitas di Puskesmas kita tidak layak. Mes dokter tidak layak, sarana-prasarana minim, bahkan internet hampir tidak ada. Bagaimana tenaga medis mau betah?” ujar Hermus.
Ia menegaskan perlunya insentif khusus agar dokter mau bertugas di Sikka. “Kalau insentif sama dengan daerah lain, jelas mereka pilih tempat yang lebih nyaman,” tegasnya.
Hermus menekankan bahwa krisis ini harus menjadi refleksi bersama.“Kita tidak bisa hanya menyalahkan aturan pusat. Kita juga harus berani otokritik. Kalau fasilitas dan dukungan insentif tidak diperbaiki, jangan heran kalau dokter enggan datang. Kekurangan ini harus jadi cermin bagi kita,” pungkasnya.
✒️: Albert Cakramento