Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Pernyataan Kadis Pendidikan NTT Buka Kembali Polemik Marisa Kadas, Ada Apa dengan PPPK?

Senin, 13 Oktober 2025 | Oktober 13, 2025 WIB Last Updated 2025-10-13T17:00:57Z
Pernyataan Kadis Pendidikan NTT membuka kembali polemik Marisa Kadas dalam seleksi PPPK. Publik menyoroti linieritas dan validasi data Dapodik.



Kota Kupang, NTT —Polemik nama Marisa Kadas (MK) kembali mencuat ke publik setelah Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTT, Ambrosius Kodo, menegaskan bahwa guru tersebut tidak lagi diperpanjang kontraknya sebagai tenaga kontrak provinsi sejak 31 Desember 2023.


 “Guru ini tidak diperpanjang kontraknya sebagai tenaga kontrak provinsi sejak 31 Desember 2023,” jelas Ambrosius Kodo melalui pesan WhatsApp kepada media ini, Senin (13/10/2025).


Pernyataan resmi itu memantik kembali perhatian publik terhadap keabsahan status MK yang sebelumnya sempat menjadi sorotan karena masuk dalam daftar SPTJM PPPK Kota Kupang, meski baru beberapa bulan mengajar di SDI Bakunase 1 Kota Kupang.


Berdasarkan data yang diperoleh, MK telah mengajar sebagai guru Kimia di Kabupaten Sabu Raijua sejak tahun 2012 hingga 2023 melalui SK Bupati hingga SK Gubernur NTT.


Namun sejak 1 Juli 2024, MK tercatat dalam Dapodik (Data Pokok Pendidikan) sebagai guru kelas di SDI Bakunase 1 Kota Kupang, berdasarkan SK Nomor 22/SK/I/2024.


Langkah lintas jenjang ini menimbulkan pertanyaan serius di kalangan pendidik dan pemerhati pendidikan. Sebab, secara akademik, MK merupakan lulusan Pendidikan Kimia, bukan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Menurut Permendikbud No. 16 Tahun 2007, linieritas guru harus sesuai dengan bidang keilmuan. Artinya, MK tidak linier mengajar di SD.


Kejanggalan semakin terasa ketika nama MK muncul dalam daftar SPTJM PPPK Kota Kupang tanggal 27 Desember 2024. Padahal, sesuai regulasi, guru yang diusulkan dalam SPTJM harus memiliki masa kerja minimal dua tahun atau empat semester berturut-turut di sekolah tempat mengajar. Faktanya, MK baru efektif mengajar selama empat bulan di SDI Bakunase 1.


Kepala Sekolah SDI Bakunase 1, Naena Dida Elo, menyatakan bahwa pengusulan nama MK bukan berasal dari pihak sekolah, melainkan dari kementerian melalui sistem online.


“Dia direkomendasikan oleh kementerian berdasarkan data Dapodik baru, dan PJ Wali Kota hanya menandatangani. Kami tidak usulkan manual. Jadi itu murni online,” jelasnya.


Meski demikian, penjelasan ini tidak serta-merta menghapus tanggung jawab hukum. Berdasarkan Permendagri No. 9 Tahun 2016, SPTJM adalah dokumen hukum yang menjadi tanggung jawab penuh pejabat daerah yang menandatangani, dalam hal ini PJ Wali Kota Kupang.


Sejumlah guru honorer di Kota Kupang mengaku kecewa atas munculnya nama MK dalam daftar SPTJM PPPK. Mereka menilai ada ketidakadilan dalam proses rekrutmen yang seharusnya berbasis masa pengabdian dan linieritas.


“Kami sudah bertahun-tahun mengajar tanpa status tetap, tapi yang baru datang justru langsung lolos SPTJM. Ini tidak adil,” ujar salah satu guru honorer SD di Kota Kupang.


Kasus ini memperlihatkan lemahnya koordinasi antara data Dapodik, sistem rekomendasi kementerian, dan validasi pemerintah daerah. Padahal, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, serta Permendikbud Nomor 16 Tahun 2007 telah menegaskan syarat linieritas dan kualifikasi akademik bagi guru.


Bila data administratif digunakan untuk menutupi ketidaksesuaian akademik, maka sistem daring justru bisa menjadi celah penyimpangan birokrasi pendidikan.


Dengan pernyataan Kadis Pendidikan Provinsi NTT, publik kini menanti langkah tegas dari Pemerintah Kota Kupang dan Kementerian PAN-RB. Apakah pernyataan itu akan menjadi dasar evaluasi terhadap data kepegawaian PPPK, ataukah dibiarkan menjadi catatan tanpa tindak lanjut?


Saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Marisa Kadas enggan memberikan tanggapan atas temuan tersebut. Media ini tetap menghormati keputusan yang bersangkutan untuk tidak memberikan klarifikasi.

✒️: kl