Oleh: Pater Vande Raring, SVD dan Komunitas JPIC SVD Ende
Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka tampak kehilangan arah nalar publik ketika memilih jalan menutup Pasar Wuring—kebijakan yang tidak hanya tidak solutif, tetapi juga menyakitkan hati rakyat kecil.
Pasar Wuring bukan sekadar tempat jual-beli, tetapi urat nadi ekonomi rakyat pesisir Maumere. Di sanalah para ibu mengais rezeki, para bapak membawa hasil bumi, dan anak-anak sekolah bisa tetap belajar karena orang tua mereka berjualan setiap hari.
Menutup pasar berarti memutus sumber kehidupan banyak keluarga. Maka, kami menilai kebijakan ini tidak rasional, tidak populis, dan tidak berperikemanusiaan.
Kebijakan yang Arogan dan Gegabah
Kebijakan penutupan Pasar Wuring menunjukkan gejala arogansi kekuasaan yang mengabaikan prinsip keadilan sosial. Tidak ada dialog, tidak ada sosialisasi, dan tidak ada empati terhadap mereka yang akan terdampak langsung.
Pemerintah seharusnya membangun iklim usaha yang kondusif, memperkuat ekonomi rakyat menengah ke bawah, bukan justru menghancurkannya melalui keputusan emosional.
Dalam perjumpaan kami bersama para pedagang pada Sabtu, 1 November 2025 malam, banyak warga menangis dan bertanya polos:
“Apa salah kami sampai pasar mau ditutup tanpa penjelasan? Kami hanya tahu jualan untuk hidup. Kalau pasar ditutup, kami harus ke mana?”
Pertanyaan sederhana itu menampar nurani kita semua. Apakah kebijakan publik di Sikka kini sudah kehilangan rasa keadilan dan kemanusiaan?
Pemda Sibuk Tutup Pasar, Masalah Serius Diabaikan
Para pedagang juga mengungkapkan keheranan: mengapa Pemda begitu bersemangat menutup pasar, padahal masih banyak masalah serius yang belum terselesaikan.
Korupsi, pungli di Pasar Alok, infrastruktur jalan yang rusak, dan RSUD TC Hillers yang tidak memiliki dokter anestesi — itulah persoalan riil yang seharusnya jadi fokus pemerintah.
“Bukannya membenahi, malah mau tutup pasar yang sudah tertib dan nyaman,” keluh salah satu pedagang.
“Tugas Pemda seharusnya membuka lapangan kerja baru, bukan menutup yang sudah ada,” tambah seorang bapak dengan nada getir.
Pasar Wuring: Dapur Kehidupan Rakyat
Pasar Wuring bukan pasar liar; ia adalah simbol kehidupan yang tumbuh dari keringat rakyat.
Empat pedagang asal Mapitara bercerita, hasil tani seperti lombok, tomat, dan jeruk yang tidak laku di kampung bisa bernilai di Pasar Wuring.
“Kami bahagia karena dari peluh kami, orang lain bisa merasakan manfaatnya,” ujar mereka.
“Kalau pasar ditutup, hasil kami tak berguna lagi.”
Pasar Wuring adalah salah satu pasar tertua di Kabupaten Sikka, bahkan sebelum Pasar Alok berdiri. Sejak dahulu, tempat ini menjadi ruang hidup, tempat bertemunya budaya, ekonomi, dan solidaritas warga Maumere.
Kemanusiaan Tidak Boleh Dikalahkan oleh Kekuasaan
Dari semua curahan hati warga, satu pesan mengalun kuat: tutup pasar bukan solusi, melainkan tragedi sosial.
Kebijakan yang tidak mendengar suara rakyat adalah kebijakan yang gagal sejak awal. Pemerintah daerah harus menunda dan meninjau ulang rencana penutupan Pasar Wuring, sekaligus membuka ruang dialog yang jujur dan manusiawi dengan masyarakat terdampak.
Kemanusiaan adalah dasar dari semua kebijakan publik.
Kami menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Sikka tidak menjadikan rakyat kecil sebagai korban dari kebijakan elitis.
TUTUP PASAR WURING BUKAN SOLUTIF YANG POPULIS.
Dengarlah suara rakyat kecil — sebab di sana ada wajah Tuhan yang terpinggirkan.
Salam hormat kami,
Pater Vande Raring, SVD dan Komunitas JPIC SVD Ende
